Lihat ke Halaman Asli

Antonius Hananta Danurdara

Sedang Belajar Menulis

Mr. Shin Tae-yong, Lanjutkan!

Diperbarui: 4 Januari 2022   09:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi Runner-Up Piala AFF 2020, capaian terbaik Shin Tae-yong bersama Timnas Indonesia di tahun 2021 (sumber: AFFSuzukiCup)

Bagi saya, yang awam-bola, ikut-ikutan bincang bola tanah air rasanya asyik, seru-seru saja. Ada banyak suporter yang fanatik, pemain-pemain nasional berbakat, stadion-stadion yang keren, pelatih-pelatih handal dengan segudang pengalaman, kepengurusan sepakbola dengan segala dinamikanya, serta jurnalistik yang menyajikan mimpi-prestasi.

Di tingkat Asia Tenggara, gelaran AFF 2020 telah selesai. Thailand menjadi juara dan Indonesia runner-upnya. Bagi bolamania, prestasi Indonesia tentu jauh dari harapan, membawa kesedihan.

Bagi yang berhati welas-asih, capaian ini dianggap cukup membanggakan mengingat komposisi tim diisi pemain muda dan waktu berlatih yang singkat. Harapan kepada mereka pun muncul kembali untuk menang-perang di laga-laga berikutnya. Tentunya ini bukan tanpa alasan, karena Shin Tae-yong, pelatih timnas Indonesia senior, U23 dan U20; masih membawa optimisme tersebut.

Kekalahan Tim Nasional Indonesia di Final Laga Pertama 

Saya sendiri baru tahu jika Mr. Shin Tae-yong adalah pelatih kepala timnas Korea Selatan saat mengalahkan Jerman di penyisihan grup F Piala Dunia 2018 (Kompas 27/6/2018). Kerendahan hatinya terpancar dari pernyataan sebelum laga lawan Jeman, tim Korsel digerakkan oleh anak-anak muda, bukanlah tim yang sempurna (Bisnis, 27/6/2018).

Shin Tae-yong (sumber: PSSI)

Saat menyaksikan laga-pertama final AFF 2020, saya telah membatin pesimis Indonesia menang. Pasalnya jelas terlihat koordinasi bertahan pemain kita kalah-rapih saat digempur Thailand secara mendadak dan terstruktur.

Terungkap dari wawancara TVOne (3/1/2022) kepada Pratama Arhan (yang saat itu tidak bermain karena akumulasi kartu kuning), bahwa di level final, perasaan tegang pada diri pemain pasti akan meningkat drastis dibanding tanding penyisihan grup.

Bagi saya, ketegangan yang diejawantahkan dengan terlalu hati-hati malah dimanfaatkan Thailand untuk 'menghantam' Indonesia. Saya melihat Thailand memiliki kelihaian membaca strategi pemain Indonesia yang fokus melindungi 'teritori' hidup atau mati namun kurang mengoptimalkan keberanian bertempur satu lawan satu. Setidaknya tiga gol awal di laga-pertama dibuat oleh pemain-pemain Thailand yang di posisi tanpa penjagaan.  

Bisa jadi ini dikarenakan faktor kepatuhan berlebih untuk fokus mengejar bola dan abai terhadap usaha jeli pemain lawan memposisikan diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline