Lihat ke Halaman Asli

Merencanakan Pembangunan Desa

Diperbarui: 13 Juli 2015   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

Lahirnya UU No 6/2014 tentang Desa membangun konsep baru dalam pembangunan desa. Desa kini tak lagi menjadi sebuah wilayah yang hidupnya rangsangan dan stimulus pusat, menjadi objek pembangunan. Desa berubah menjadi unit pemerintahan yang menggerakan kehidupan sosial ekonomi masyarakat ?.

Peran tersebut disebutkan dengan istilah membangun desa dan desa membangun. Konsep membangun desa tertuang dalam pasal  Pasal 78 (1).  Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Sementara desa membangun merupakan konsep pembangunan bernuansa kawasan yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif (Pasal 83 ayat 2).

Sketsa

Namun perlu dicatat,  sebagaimana diuraikan Denys Lombard dalam “Nusa Jawa- Silang Budaya”. Dinamika peranan desa selalu pasang surut, selama masa kejayaan Majapahit di abad 14, pada awal abad ke 17 dan akhir abad 18 di bawah Mataram, setelah pertengahan abad 19 d bawah pemerintahan Hindia Belanda, dan sejak tahun 1970 di bawah orde baru.  Posisi desa tunduk dan patuh pada kekuasaan pusat.

Sebaliknya setiap waktu negara lemah yaitu pada abad 15 dan 16 dan menjelang abad 17 dan awal abad 18 pada saat Perang Jawa, selama perang kemerdekaan dan zaman Soekarno, kemungkinan besar kebaliknya yang terjadi, yaitu bahwa desa menjadi pengambil inisiatif dan berdikari. Bahkan dalam Negarakertama disebutkan adanya desa-desa mandiri yang disebut dapur dengan dipimpin sejumlah rama; yaitu kepala keluarga, yang dipimpin oleh tetua-tetua yang disebut buyut.

Sejak 1970-an Nordholt juga mencatat kuasa pemerintahan desa menguat pesat sejalan dengan penyaluran program pembangunan lewat kepala desa. Tetapi, ia melihat pasca reformasi posisi desa kembali kerdil saat program pemberdayaan masyarakat melewatkan persetujuan kepala desa.

Semenjak proklamasi kemerdekaan pengaturan mengenai desa secara spesifik barulah ada diera milenium ini, dengan terbitnya UU No 6/2014. Sebelumnya pengaturan mengenai desa termaktub dalam aturan tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam sejarah pengaturan Desa, aturan-aturan yang terkait dengan desa antara lain Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang  Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah,  Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Di Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor  22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 

Meskipun masuk dalam aturan, posisi pemerintahan desa seakan menjadi pemerintahan semu, menjadi objek pembangunan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline