Menyebut nama kpsi, ingatan kebanyakan orang akan langsung tertuju pada sosok La nyalla mattalitti, Tony Apriliani, Hinca Panjaitan, dan beberapa nama yang jadi petinggi kelompok tersebut. Namun bagi saya pribadi, menyebut nama kpsi selain mengingatkan fakta adanya gerbong rezim lama (NH-NDB) yang ingin kembali menguasai PSSI, juga mengingtakan pada satu kata, BLUNDER. Blunder, dalam dunia olahraga diartikan sebagai kesalahan (fatal) yang dibuat sendiri dan berakibat timbulnya kerugian bagi sang pelaku maupun tim yang dibelanya. Lantas, apa hubungan antara blunder dengan kpsi....????? Mari kita bahas satu persatu blunder yang telah dilakukan oleh mereka yang sekarang menamakan diri sebagai kpsi.
- Blunder pertama, terlalu meremahkan sosok seorang Djohar Arifin.
Mari kita flash back ke masa awal terpilihnya Djohar Arifin Husin sebagai ketum PSSI. Sudah jadi rahasia umum, bahwa terpilihnya Djohar bisa dikatakan suatu keterpaksaan, setelah ditolaknya pasangan calon GT-AP oleh FIFA. Namun ternyata, majunya Djohar sebagai ketum PSSI bagi sebagian kalangan justru dianggap berkah. Kalangan ini, merupakan sisa rezim lama (NH) yang tak rela melepaskan kekuasannya dari PSSI. Tak heran, dukungan terhadap terhadap Djohar mengalir deras diawal masa terpilihnya. Sosok-sosok seperti Tony Apriliany, La nyalla mattaliti, bisa diakatakan termasuk timses Djohar Arifin. Namun ternyata, dukungan mereka terhadap sosok Djohar Arifin bukan tanpa alasan. Djohar, dimata kelompok rezim lama diyakini sebagai sosok yang mudah dikendalikan. Dengan adanya Djohar di pucuk pimpinan PSSI, akan mempermudah mereka "bermain" dalam sepakbola Indonesia. Atau jika pun ternyata mereka gagal "menguasai" PSSI lewat tangan Djohar Arifin, maka bagi mereka akan sangat mudah menyingkirkan sosok seperti Djohar, mengingat track recordnya yang tidak termasuk golongan orang kuat. Tentunya kita masih ingat ketika ada yang mengatakan bahwa Djohar Arifin diplot jadi ketum PSSI hanya untuk 3 bulan.
Namun apa lacur, kenyataan berbicara bahwa Djohar Arifin tak selemah yang mereka kira. Harapan akan mudah menguasai PSSI jika Djohar Arifin ada di kursi ketum PSSI ternyata jauh dari harapan. Djohar justru membuat gebrakan yang membuat mereka kalang kabut, salah satunya adalah meminta audit terhadap PT LI, yang merupakan pengelola kompetisi sepakbola tertinggi yaitu ISL. Puncaknya, ketika PT LI menolak diaudit, PSSI membuat keputusan untuk mengganti pengelola liga ke tangan PT LPIS, dan membuat kompetisi baru sebagai kompetisi tertinggi menggantikan ISL, yaitu Indonesian Premier League (IPL). Mulanya, kompetisi IPL direncanakan diikuti oleh 24 klub, yang mana itu merupakan keputusan Executive Commitee( EXCO) PSSI saat itu. Intinya, upaya menguasai "kembali" PSSI melalui perantaraan Djohar Arifin gagal total.
-Blunder kedua, memilih La Nyalla Mattaliti sebagai ketua umum dalam KLB Ancol.
Buntut dari ketidak puasan atas keputusan PSSI dibawah pimpinan Djohar menggelar IPL sebagai kompetisi sepakboa tertinggi di Indonesia, kelompok yang tidak puas kemudian menggelar kompetisi tandingan dibawah kendali PT LI, dengan peserta klub-klub anggota ISL, dan empat tim yang sebelumnya masuk peringkat teratas Divisi Utama. Mengenai kompetisi ISL yang kemudian mendapat status breakaway league, akan dibahas nanti. Disini, akibat berputarnya ISL yang notabene diluar kendali PSSI, membuat PSSI mengambil tindakan tegas dengan menjatuhkan sanksi terhadap klub-klub yang berkompetisi di ISL, setelah sebelumnya menawarkan rekonsiliasi dan ditolak oleh klub-klub ISL.Bahkan, 4 anggota exco yang ikut mendukung terselengaaranya ISL juga dipecat melalui sidang komite etik. Disinilah kelompok ini mengambil langkah berusaha melengserkan Djohar Arifin melalui mekanisme KLB. Diawali dengan mengorganisir pengurus provinsi (pengprov) dengan menggelar Rapat Akbar Sepakbola Nasional. Dari sinilah awal mula terbentuknya Komite Penyelamat Sepakbola Indonesia. Tujuannya, menggelar KLB untuk menurunkan Djohar Arifin beserta jajarannya, sebelum tanggal 20 maret atau bersamaan dengan kongres tahunan PSSI. Awalnya, langkah ini cukup mendapat banyak apresiaisi, terutama jika melihat sepak terjang kepengurusan PSSI yang terkesan lamban dan kurang tegas. Banyak pihak berharap Kongres Luar Biasa yang digagas kpsi dan diklaim didukung 2/3 anggota sah PSSI bisa memunculkan figur baru yang lebih baik. Namun kenyataan di lapangan jauh dari harapan. KLB yang diberi banderol HARGA MATI ternyata hanya menghasilkan sosok La Nyalla Mattalitti sebagai ketua umum. Tak ayal, kenyataan ini justru menjatuhkan kredibilitas kpsi sendiri, karena dari segi apapun, La Nyalla Matalitti tidak lebih baik dari Djohar Arifin, dan La Nyalla sendiri merupakan mantan exco yang sudah dipecat. Dan munculnya sosok Rahim soekasah sebagai wakil ketum, plus beberapa nama yang kental dengan rezim lama di jajaran pengurus semisal Hinca Panjaitan, Harbiansyah, semakin menguatkan anggapan jika kpsi tak lebih gerbong yang membawa kepentingan rezim lama yang tak rela terdepak dari PSSI. Apalagi kemudian ternyata walaupun mengklaim didukung oleh lebih 2/3 anggota sah PSSI, nyatanya kepengurusan PSSI versi KLB tetap saja tidak mendapat pengakuan dari AFC/FIFA. Padahal LEGALITAS jelas suatu hal yang mutlak dan absolut dalam sebuah organisasi. Disini, faktor "kebodohan" mereka sendiri dengan memunculkan tokoh-tokoh antagonis justru menjadi bumerang bagi kpsi sendiri.
-Blunder ketiga, penyelenggaraan ISL yang "gagal".
Dari awal bergulirnya, ISL memang telah direncanakan sedemikian rupa untuk mengeruk simpati publik sepakbola Nasional. Dengan peserta yang merupakan klub-klub dengan nama besar dan basis suporter kuat, penyelenggaraan ISL walaupun berstatus breakaway league diharapkan bisa lebih diminati publik dibanding IPL yang notabene berstatus sah dan dibawah kendali PSSI. Bermacam upaya dilakukan oleh PT LI selaku pengelola ISL untuk mewujudkan tujuan tersebut. Salah satunya dengan sebanyak mungkin menayangkan siaran langsung pertandingan-pertandingan ISL melalui ANTV, yang memang telah berpengalaman menayangkan siaran langsung sepakbola dalam negeri. Dan memang sangat-sangat jomplang jika membandingkan jumlah tayangan langsung IPL yang dihandle MNC Group dibanding dengan tayangan pertandingan ISL di ANTV. Bayangkan, hampir tiap hari ada pertandingan yang ditayangkan secara langsung. Sesuatu yang tidak akan pernah ditemui di belahan dunia manapun.Seolah masih kurang yakin, ANTV juga menayangkan siaran langsung kompetisi Divisi Utama versi ISL. Sementara pada saat bersamaan tayangan IPL di MNC Group justru acak adut dan seolah tak terprogram.Bahkan, tayangan Divisi Utama IPL malah tidak ada sama sekali, padahal di DU IPL justru banyak bertebaran klub-klub dengan nama besar dan suporter fanatik seperti PSIS, PSS, PERSIK, PERSIS, PSIR, PSCS, dan lain lain. Untuk upaya ini, bisa dibilang ISL menuai sukses besar. Namun ternyata "dalaman" ISL tidaklah seglamour yang ditonjolkan diluar. Ketika masih berjalan, banyak partai-partai yang diwarnai kericuhan sehingga ISL gagal mengubah imej sebagai kompetisi yang identik dengan rusuh. Dan isi "dalaman" ISL sebenarnya perlahan terkuak seiring berakhirnya ISL. Fakta bahwa hanya ada 5 tim peserta ISL yang keuangannya sehat alias nunggak gaji plus masih adanya penggunaan APBD oleh beberapa kontestan ISL, menunjukkan bahwa ISL tidaklah sesehat yang dipertontonkan. Dan yang lebih menjadi borok sebenarnya ketika terkuak fakta bahwa ANTV selaku oficial partner ISL merugi hingga milyaran rupiah dalam proyeknya mengerjakan siaran langsung ISL, sehingga beredar kabar mereka enggan menyiarkan laga-laga ISL musim depan. Berita banyaknya klub yang merugi juga menambah tanda tanya bagaimana mungkin kompetisi semeriah itu masih saja merugi. Jadi bisa diambil kesimpulan bahwa ISL gagal dijadikan senjata ampuh untuk menguasai "kembali" PSSI.
-Blunder keempat, membentuk timnas tandingan.
Rentetan kegagalan yang telah dialami oleh kpsi ternyata sama sekali tidak membuat mereka jera. Bahkan mereka semakin nekat untuk menguasai PSSI dengan segala cara. Yang terbaru, mereka mengambil langkah sensasional dengan membuat "timnas" sendiri yang mereka namakan The Real Garuda dan diplot untuk tampil di piala AFF tahun ini.Ini bisa dikatakan senjata pamungkas kpsi, dengan berharap mewakili Indonesia di ajang AFF, usaha menguasai PSSI akan mudah diwujudkan. "Timnas" itu sendiri diperkuat oleh pemain-pemain yang berlaga di ISL dan cukup dikenal publik. Tujuannya jelas, menarik simpati masyarakat Indonesia agar mendukung mereka. Dalam berbagai kesempatan, petinggi-petinggi kpsi selalu melontarkan pernyataan bahwa "timnas" mereka adalah yang terbaik karena diisi putra-putra terbaik bangsa. Dan, untuk semakin menarik dukungan publik, mereka pun mengangkat pelatih yang "sukses" menangani TIMNAS INDONESIA di ajang piala AFF tahun 2010, Alfred Riedl. Memang harus diakui, animo pecinta sepakbola Indonesia meningkat tajam ketika TIMNAS ditangani Alfred Riedl 2 tahun lalu. Hal inilah yang diharapkan oleh kpsi agar masyarakat -kembali- mendukung mereka. Namun rupanya harapan tersebut tak semulus kenyataan di lapangan. Adalah fakta bahwa masyarakat Indonesia secara umum adalah termasuk kaum latah, alias pengikut trend. Dukungan publik yang sangat besar terhadap TIMNAS era Riedl bukanlah berarti dukungan yang militan. Jadi besarnya dukungan saat itu tak lantas menunjukkan TIMNAS di tangan Riedl adalah tim yang bagus, kuat dan hebat,atau bahwa timnas saat itu benar-benar dicintai masyarakat. Bisa dibilang, media lah yang saat itu membuat TIMNAS terlihat hebat dan dikenal masyarakat. Pemberitaan yang besar-besaran dan terus menerus bahkan termasuk oleh infotainment mau tak mau membuat publik semakin dan semakin mengenal mereka, bahkan termasuk golongan ibu-ibu yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal sepakbola.
Dan yang kemudian terjadi memang sudah bisa diprediksi, tim yang diklaim terbaik dan diisi pemain-pemain terbaik gagal menarik simpati publik, kecuali mereka yang memang menjadi pendukungnya. Terlebih ketika klaim terbaik yang selalu digembar gemborkan jauh dari kenyataan di lapangan. Tebukti dalam ujicoba pertama mereka melawan tim gabungan Arema-Pelita jaya dan Persegres gresik yang notabene tim dalam kondisi tidak siap mereka tampil buruk. Bukan cuma dari hasil yang cuma bisa imbang 0-0 melawan Pelita-Arema dan menang 2-0 melawan persegres, penampilan mereka pun jauh dari sesumbar terbaik yang selalu diteriakkan. Namun itu semua tak memupus semangat mereka. Bahkan ketika kemungkinan mereka mewakili Indonesia di ajang piala AFF sepertinya sulit diwujudkan karena hasil rapat Joint Commitee dan tim satgas AFC memutuskan timnas dibawah naungan PSSI yang berhak tampil di piala AFF, mereka tetap melanjutkan program TC yang sudah direncanakan yaitu melakukan ujicoba ke Australia. Salah seorang anggota exco kpsi,Djamal Azis bahkan sempat memberi garansi bahwa tim trg lah yang akan mewakili Indonesia di ajang piala AFF.
Sebelum keberangkatan ke Australia, Alfred Riedl sempat berujar bahwa mereka akan beruji coba dengan empat tim kuat asal Australia selama menjalani TC disana. Tapi rupanya mereka melupakan satu hal. Dengan status timnas ilegal, tentunya akan sulit mendapatkan tim-tim yang mau beruji coba dengan tim TRG. Tim yang akan bertanding melawan trg tentunya akan berpikir seribu kali karena jika pertandingan tersebut diselenggarakan tanpa ijin FIFA akan dianggap pelanggaran terhadap statuta FIFA pasal 83.Jadi bisa dibilang omongan Alfred riedl sebelum berangkat ke Australia hanya omong kosong belaka. Dan kemudian terbukti lah semua omong kosong itu. "Timnas" trg hanya bisa melakukan ujicoba dengan tim amatir non divisi bernama Queensland Christian Soccer Academy, sebuah perkumpulan (bukan klub) sepakbola yang menaungi pemuda-pemuda gereja yang tidak diperbolehkan bermain sepakbola di hari sabtu dan minggu, dan tim tersebut dibentuk KURANG DARI 48 JAM...!!!!!!!!!! Sungguh suatu hal yang sangat memalukan bagi tim yang diklaim terbaik, ternyata hanya bisa menunjukkan kemampuannya di depan sekumpulan jemaat gereja yang sama sekali bukan pesepakbola profesional. Hasil 8-0 pun seakan tiada artinya jika melihat kualitas lawan. Bahkan kemudian beredar kabar bahwa pertandingan tersebut diselenggarakan dengan cara sangat kampungan, misalnya tak adanya anak gawang, lapangan yang tidak berpagar sehingga pemain harus mengambil sendiri bola yang keluar lapangan bahkan masuk kolong mobil. Tak ayal, hal ini menjadi bahan tertawaan di banyak media-media online maupun perbincangan sehari-hari di kalangan masyarakat. Dan lagi,, blunder besar mereka tunjukkan dan seolah menjadi paku terakhir di peti mati mereka.
Berbagai blunder yang telah ditunjukkan kpsi seolah merupakan pertanda bahwa eksistensi mereka akan segera berakhir. Tapi bukan kpsi namanya jika tak punya akal (busuk). Ketika semuanya telah nyata dan jelas terutama mengenai tim yang berhak menyandang status TIMNAS INDONESIA, ternyata mereka masih belum kehilangan semangat. Sebelumnya mereka juga sempat melakukan pressure melalui salah satu klub yang musim depan berlaga di ISL, yaitu SEMEN PADANG yang notabene juara IPL musim lalu dan penyumbang pemain terbanyak di timnas. Apalagi Nil Maizar juga berstatus karyawan di PT SEMEN PADANG.Melalui salah satu petingginya, mereka mengancam akan menarik pemainnya dari timnas jika tidak dilatih oleh riedl. Namun upaya ini mentah di jalan, karena para pemain dan juga Nil Maizar memutuskan tetap bertahan di Timnas. Kemudian melalui rapat JC, mereka ngotot memasukkan nama Alfred Riedl sebagai pelatih kepala, menggantikan Nil maizar. Walaupun bisa ditebak hal itu ditolak oleh anggota JC PSSI, namun masih saja mereka menunjukkan kengototan dengan meminta Nil dan Riedl bersama-sama melatih timnas.Dan ketika hal itu juga lagi-lagi dimentahkan, jalan terakhir yang teramat sangat busuk pun mereka tempuh, yaitu berusaha mempertemukan Nil Maizar dan Alfred Riedl, bersama-sama dengan jajaran pengurus PT SEMEN PADANG. Tujuannya mudah ditebak, mereka ingin menekan Nil secara frontal agar mundur atau bersedia bekerja sama denganAlfred Riedl.Atau juga ingin merealisasikan ancaman penarikan pemain-pemain semen padang. Sungguh cara yang sangat LICIK,hanya karena tidak bisa terlibat, lantas berusaha sebisa mungkin menghancurkan. Dan ini juga sebuah hal yang amat sangat tidak masuk akal, karena di ujung dunia manapun, penunjukan pelatih timnas adalah domain asosiasi , bukan perseorangan dan asal tunjuk. Akankah langkah ini menjadi bluder ke lima kpsi,, atau justru Nil yang akan runtuh pertahanannya..???????? Wallaahu a'lam bishshowab. Semoga Nila Maizar tetap Istiqomah, dan tak tunduk terhadap kemauan setan-setan bernama kpsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H