Lihat ke Halaman Asli

Tragedi Facebook, Siapa yang salah?

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berangkat dari sebuah anologi, "ktika anda melakukan pembunuhan menggunakan pisau, maka dalam kasus tersebut andalah orang yang bersalah. Bukan pisau yang anda gunakan untuk membunuh. Apa lagi sang pembuat pisau". Anologi ini dapat disamakan dengan peristiwa yang ada di facebook akhir-akhir ini. Belakangan, kasus yang ada di facebook perlahan terbuka. Mulai dari kasus prostitusi on-line, perdagangan manusia, bahkan "penculikan" (kadang tidak dapat disebut penculikan, karena suka sama suka), ditambah lagi adanya siswa yang semakin ‘lancang' pada gurunya.

Dalam kasus ini, sudah dapat dipastikan bahwa facebook bukan merupakan pihak yang seharusnya disalahkan. Facebook hadr hanya sebagai jejeraing sosial yang menghubungkan seseorang dengan "tamannya" (teman yang di kenal, atau teman yang baru di kenal). Seperti dalam anologi di atas, posisi facebook hanya sebagai pisau yang penting untuk mendukung kehidupan manusia. Menganalisi kasus-kasus negatif yang banyak terjadi di facebook, maka inilah orang yang harus dipertanyakan tanggung jawabnya.

Orang tua

Orang tua merupakan orang yang paling bertanggungjawab kepada anaknya. Pendampingan, pendidikan, dan pengutan moral harus di utamakan dan ditekankan pada si anak. Orang tua harus mengawasi setiap aktifitas on line anaknya. Jika orang tua terlalu memberikan kebebasan, maka tidak seharusnya menyalahkan si anak. Kerena dia hanya sebagai korban kurannya perhatian orangtua.

Korban

Ketertarikan korban pada lawan jenisnya yang dikenal di facebook dapat memicu rasa penasaran untuk saling bertemu. Korban terlalu terbuka di internet. Foto, nama, alamat, bahakan no. HP "dibeberkan" di dunia maya tersebut. Sifat muda, agresif juga turut mendukung kedekatan yang berlebihan.

Pelaku/tersangka

Orangnya berlawanan dengan Korban, berani memanfaatkan rasa penasaran korban. (tidak terlalu tau jalan pemikirannya)

Kaum Raligius

Memang tidak telau terfikirkan, dengan golongan ini. Tapi, dalam setiap kasus kemaksiatan, maka golongan ini memiliki kewajiban untuk membentengi saudara seumatnya dengan dari hal-hal negatif. Saya rasa, semua agama memiliki aturan hubungan dua orang yang berlawanan jenis kelamin. Namun, kurang pengetahuan tentang agama membuat orang tidak memiliki benteng untuk menahan serangan "hati". (aha-gambreng)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline