Lihat ke Halaman Asli

Agyl Dhani Praditya

Mencari jalan menjadi pelawak.

Pentingnya Pendidikan Demokrasi Sejak Dini

Diperbarui: 6 Agustus 2021   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di dalam kehidupan sosial masyarakat kita, masih sangat jarang kita temukan individu yang paham tentang apa itu demokrasi, yang sejatinya sangat berguna bagi kehidupan bermasyarakat itu sendiri. Baik di lingkungan yang paling kecil (keluarga), tempat tinggal, tempat belajar, tempat bekerja, dan semua ruang publik lainnya, pemahaman akan pentingnya demokrasi bagi kehidupan berwarganegara masih sangat minim. Terlihat dari seringnya kita jumpai baik tetangga, teman, sahabat, rekan kerja, bahkan saudara sendiri pun, justru memperlihatkan tingkah laku yang sebaliknya, yaitu anti demokrasi ataupun justru malah punya bibit feodalisme. Mengapa demikian? Tentu karena demokrasi tidak diajarkan sejak dini. Atau bahkan tidak pernah benar-benar diajarkan. Bahkan di taraf pendidikan tinggi pun, nilai-nilai demokrasi yang harusnya dapat dengan mudah kita temui, justru mengalami jalan buntu disana.

Kebebasan mimbar akademik tidak pernah benar-benar ada. Atau kalaupun ada, tidak di semua kampus, tidak di semua ruang kelas. Yang terjadi adalah, dosen justru jadi sosok utama yang melanggengkan budaya feodal di ruang-ruang akademik. Contohnya? Ya dosen yang menolak, atau bahkan tidak terima ketika kalah argumen dengan mahasiswanya, dengan mengancam mengeluarkan dari ruang kelas, atau yang terparah mengancam nilai ujian, dsb. Padahal, justru poin utama demokrasi adalah "force the better argument". Setidaknya itu yang sering disebutkan oleh Rocky Gerung.

Kembali ke tema pembahasan. Dengan sedikit contoh di atas, nampaknya sedikit sudah bisa menjadi pengantar mengapa pendidikan demokrasi sejak dini itu penting. Ya, tentu, harapannya segala sesuatu yang diajarkan sejak dini, itu akan lebih mudah diserap, diterima, dan dipraktekkan langsung oleh anak-anak. Usia berapa perlu mulai diajarkan? Soal ini tidak ada patokan. Tergantung kapan kemampuan kognitif dan intelektual anak dirasa sudah cukup mampu menerimanya. Sistem pengajarannya pun tidak harus textbook. Justru ketika langsung dicontohkan oleh orang tua, akan semakin mudah diterima.

Apakah saya sedang sok-sokan jadi orang yang paling ngerti demokrasi? Tentu 100% saya jawab tidak. Saya masih belajar dan akan terus belajar. Setidaknya, minimal orang tua punya kesadaran ini dulu. Itu targetnya. Kita tentu sama-sama belajar. Toh ilmu pengetahuan juga terus berkembang. Kita tidak pernah tau perkembangan demokrasi jauh ke depan akan seperti apa.

Pendidikan demokrasi sejak dini juga bukan berarti melatih anak untuk berani berbicara, berdebat sana-sini, yang akhirnya menjadikan anak merasa paling benar sendiri. Justru sebaliknya. Penting untuk melatih anak mau mendengar. Tentu ketika ada yang salah, sampaikan. Jangan takut. Tapi ketika kita yang salah, dengarkan. Serap apa yg baik di sekitar kita. Itu justru penting untuk menjaga kita supaya tidak menjadi orang yang merasa selalu paling benar sendiri.

Pendidikan demokrasi juga inheren dengan melatih akal dan logika kita, supaya dapat membangun logika berpikir yang terstruktur, runut, tidak fallacy, dsb. Kenapa? Ya malu lah, kalo mau menyampaikan sesuatu, tapi goblok, logikanya berantakan, tapi gak mau kalah, ujung-ujungnya menyerang pribadi, mengancam, dsb.

Kalo anak kita punya cita-cita jadi militer? Gimana? Kan dia cuma tau komando, gak perlu demokrasi. Ya justru itu salah satu PR besar bangsa ini. Bukannya mendiskreditkan, tapi faktanya, begitu banyak oknum (karena kebanyakan tidak mau disebut anggota, hehe) militer ini yang sama sekali gak paham pendidikan demokrasi. Jangankan yang kelasnya prajurit. Sekelas perwira tinggi aja banyak yang perkataan maupun tindakannya tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Ya akhirnya menjadi wajar, karena pendidikan demokrasi tidak benar-benar sampai ke mereka. Padahal, misalkan kita sebagai warga sipil menjalankan kehidupan berwarganegara dan berdemokrasi, justru mereka yang harusnya menjaga dan menjamin kebebasan berbicara semua orang karena sudah dijamin oleh UUD 1945. Bukan malah semakin mempersempit ruang-ruang demokrasi. Apalagi kalau sampai menutup mulut bahkan menginjak kepala seseorang. Jelas seharusnya itu sudah melanggar HAM. Aduh, udah deh, kayaknya kejauhan.

Akhirnya kita sampai pada kesimpulan, bahwa pendidikan demokrasi sangatlah penting dimulai sejak dini. Ruang-ruang demokrasi harus dibuka selebar-lebarnya, dimulai dari lingkungan yang paling kecil. Ruang keluarga, meja makan, sampai kamar tidur jangan sampai justru menjadi tempat berkembang biak bibit-bibit feodalisme. Karena feodalisme itu juga sifatnya menular. Sangat berbahaya. Kita harus menjamin anak punya hak memilih, berbicara, berargumen, bahkan bermimpi tentang apapun. Ketika dirasa ada yang kurang baik, bukan pilihannya atau mimpinya yang kita tentang, tapi argumen tentang pilihan atau mimpi tersebut. Dari situ muncul dialog yang sehat antara orang tua dan anak. Dari situ pula pendidikan demokrasi yang paling awal muncul.

Salam.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline