Tulisan ini akan saya mulai dengan klaim: "Bahwa sebagian besar konflik yang terjadi di atas muka bumi, terjadi hanya karena perbedaan selera tiap-tiap individu manusia". Sekarang pertanyaannya, benarkah demikian? Lantas bagaimana dengan perbedaan haluan ideologi, pilihan politik, ataupun sistem kepercayaan tertentu? Tentu beberapa contoh tersebut tidak salah. Tapi juga tidak seratus persen benar.
Mari kita ambil contoh sederhana yang mungkin sering kita temui atau bahkan kita alami sehari-hari. Apabila kita sedang berdebat akan sesuatu hal, entah itu hal besar atau kecil, tentu kita akan bertahan mati-matian untuk mempertahankan pilihan kita. Lalu darimana datangnya pilihan tersebut? Kembali ke klaim awal, yakni ialah selera. Ya, murni selera saja. Sekarang mari kita sedikit perjelas.
Setiap individu tentu memiliki selera yang berbeda terhadap sesuatu hal. Selera sifatnya unik, khas dan menempel pada tiap-tiap individu. Bagaimana tiap manusia mempertahankan pendapatnya mengenai selera yang ia miliki, itu hanyalah rasionalisasi. Manusia dengan kemampuan kognitif dan logika yang dimiliki, merasa perlu untuk mempertahankan pilihan selera yang mereka miliki. Itulah sebabnya sebuah argumen lantas terbangun.
Mari kita beri contoh yang sedikit lebih detail. Jika pada suatu waktu terjadi perdebatan akan sesuatu hal, misalnya mengenai problem bagaimana suatu negara harus bertanggung jawab untuk mengentaskan kemiskinan, bahkan orang yang berhaluan idelogi yang sama, pilihan politik yang sama, ataupun beragama dan bersuku bangsa yang sama, tetap saja bisa menemui perbedaan cara menyelesaikannya. Apa yang membedakan? Sekali lagi, selera.
Hal semacam ini lazim terjadi pada segala hal mulai dari hal kecil bahkan sampai hal yang sangat besar. Lantas apa yang perlu dimiliki agar kita bisa berhasil mempertahankan selera kita? Hanya dua hal. Yang pertama, logika yang kuat. Saya mungkin lebih suka menyebutnya, bangunan logika. Seseorang dengan struktur bangunan logika yang kuat, akan mampu mengkoneksikan setiap premis yang ada di dalam pikirannya, untuk kemudian ditarik garis menuju kesimpulan. Orang dengan bangunan logika yang kuat, pasti akan sangat sulit dikalahkan jika terjadi perdebatan yang melibatkan dirinya. Karena ia mampu menyusun dan mengurutkan argumen yang hendak ia bangun.
Hal yang kedua adalah kemampuan membahasakan pikiran. Seperti yang dikutip dari buku Sapiens karya Harari, bahwa kemampuan berbahasa adalah revolusi kognitif terbesar sepanjang peradaban manusia. Bahasalah yang membuat Homo Sapiens masih bertahan hingga saat ini dan meninggalkan spesies lainnya yang kemudian punah. Bahasa menjadi penting sebab ia adalah alat untuk manusia dapat berkomunikasi dengan yang lainnya. Kembali pada tema, kemampuan membahasakan pikiran menjadi sangat penting dalam kita mempertahankan selera kita, karena dengan bahasa yang kita sampaikan, akan dapat mempengaruhi pikiran lawan debat ataupun orang lain yang mendengarkannya.
Kebanyakan individu tidak terbiasa membahasakan pikiran, karena tidak dilatih. Akhirnya yang terjadi, struktur bangunan logika yang kuat pun akan sebagian sia-sia karena tidak dapat dibahasakan dengan baik dan cukup. Banyak yang bilang bahasa yang baik adalah yang mudah dimengerti oleh orang lain. Meski begitu, melatih diri dengan memperkaya kosa kata juga perlu dilakukan.
Mengapa? Mengingat terkadang, bahasa yang mudah dimengerti itu tidak cukup. Bahasa menyediakan begitu banyak kosa kata yang setiap katanya memiliki arti yang sederhana, tapi bisa juga satu kata itu dapat mewakili makna yang sangat luas dan komprehensif. Itupun masih tidak cukup. Karena bahasa juga masih menemui keterbatasan stoknya.
Sekali lagi mengapa kemampuan membahasakan pikiran menjadi sangat penting, mengingat terkadang, informasi yang ingin kita sampaikan menjadi tidak sepenuhnya sama dengan apa yang ada di dalam otak kita, hanya karena keterbatasan stok kosa kata yang kita miliki. Kemudian, untuk bisa memperkaya bank kata yang kita miliki, kita bisa mulai lakukan dengan memperbanyak membaca. Dan juga belajar filsafat, tentunya. Sekian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H