Lihat ke Halaman Asli

Delapan Hari

Diperbarui: 19 Agustus 2018   22:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Setapak demi setapak namun pasti, dua pasang kaki itu berjalan mendaki, dibelenggu oleh dingin yang menyelimuti, dihangatkan oleh perbincangan sederhana tentang masa depan yang masih utopis, tak ada ikatan, tak ada paksaan, hanya murni sepasang insan yang ingin keluar dari sepi yang menyayat hati.

Malam seakan memberi ruang sunyi bagi mereka untuk memadu rasa, cinta yang perlahan tumbuh tak juga digubris olehnya, walau aku tahu ia juga merasakannya. Nyali yang tersedia terlalu ciut tuk mengingat pertimbangan yang ada, budak ego yang ingin dipuaskan oleh sebuah pengakuan, dari hati yang bertahun-tahun mencari tambatan. Dermaga yang tepat untuk dilabuhi seumur hidupnya, atau berlabuh untuk sekadar menjemputnya lalu berlayar mengelilingi samudra, berdua saja.

Perlahan kaki ini mulai lelah mendaki, bertepatan dengan mulai berkurangnya vegetasi, pertanda puncak yang dinanti sudah hampir dijejaki. Kami berdua berhenti sejenak, mengambil napas yang sedari tadi dihantam oleh medan. Duduk berdua berteman instrumen alam yang mendamaikan, saling memandang langit yang berhias rasi orion.

Mungkinkah ini saat yang tepat untuk mengutarakan? Kubisikkan sesuatu di telinga yang sedikit tertutup rambut itu, ia tersenyum, lalu menepuk bahu kiriku dan berkata

"terima kasih, kau berhasil mematahkan hati ini, seandainya kau yang lebih dulu mengatakan, mungkin akan sangat indah adanya, namun keadaan mulai berbeda, sejak delapan hari yang lalu"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline