Lihat ke Halaman Asli

Menakar Kapabilitas Jusuf Kalla sebagai Cawapres Jokowi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13953933961306466453


..... Untuk saat ini Jusuf Kalla adalah pemilik tertinggi "Leadership Capability"....

Dalam tulisan saya sebelumnya di Kompasianadengan judul “Cantiknya Megawati PDIP Lakonkan Demokrasi” saya katakana dengan tidak adanya cawapres dalam deklarasi ini tentu Megawati menciptakan permainan demokrasi di Indonesia dalam pemilu kali ini sungguh cantik, kenapa? Muncul peluang partai lain diluar PDI Perjuangan untuk berlomba-lomba mencarikan cawapres dari partainya, siapa tahuada politisinya yang diandalkan yang cocok untuk mendampingi Jokowi dan kelak membangun koalisi.Sebuah perlombaan politik yang mempesona, bersaing untuk menjadi orang kedua di negeri ini. Parpol nasionalis maupun parpol religious diberi peluang sama untuk mendedikasikan politisi andalannya untuk duduk memimpin Negara Kesatuan Republik Indonesia selama 5 tahun kedepan.

Untuk itu dalam catatan saya ada 2 orang Indonesia yang saya anggap memiliki kapabilitas untuk mendampingi Jokowi selama 5 tahun kedepan, yaitu Jusuf Kalla dan Basuki Tjahaja Purnama atau dikenal Ahok yang juga Wagub DKI Jakarta. Memang keduanya dalam posisi agak sulit yang satu sudah berumur satunya masih aktif sebagai Wagub, namun demikian keduanya memiliki kapabilitas yang tidak dimiliki oleh capres lainnya pada saat ini. Mungkin saya subyektif dan masih terbatas pengetahuannya terhadap politisi yang lain, namun di era media terbuka pastilah prestasi seseorang akan mudah diketahui. Saya tidak melihat kemampuan melakukan CHANGE dari politisi yang sekarang sedang populer, saya memprediksi para capres yang ada sekarang hanya bisa melakukan apa yang memang bisa dilakukan tetapi tidak bisa melakukan apa yang seharusnya dilakukan untuk perbaikan nasib bangsa ke depan. Sebagian capres masih terjebak dengan urusan teknis, terlalu spesialis dalam suatu bidang, atau generasi tapi tidak memiliki konsep orisinil dalam manajemen strategis.

Saya juga tidak tertarik mencantumkan tokoh militer baik yang aktif maupun purnawirawan sebagai cawapres, karena pengamatan saya, kepemimpinan militer paska reformasi belum bisa melahirkan tokoh-tokoh militer hebat yang berpengaruh dan memiliki “leadership capability” yang dibutuhkan untuk pembangunan Indonesia. Meskipun demikian saya optimis era kepemimpinan Jokowi dan PDI Perjuangan postur militer akan beda dengan era Pemerintahan SBY yang cenderung kehilangan power.

Pertanyaannya kenapa cuma 2 orang yang direkomendasikan?, tidakkah politisi lain masih banyak dari ke-12 parpol yang selama ini sudah dikenal masyarakat lewat berbagai media? Setahu saya yang cocok dalam transisi demokrasi di Indonesia hanya kedua orang tersebut karena memiliki pengalaman panjang melakukan turnaround dibidang organisasi. Pandangan saya, tidak semua orang populer mampu melakukan kepemimpinan transformasional, juga tidak semua orang pinter bisa menggelar perubahan budaya, tidak semua orang tegas mampu bertindak menjadi eksekutor dalam pemberantasan korupsi. Tidak semua orang bersih mmpu menata sistem organisasi kenegaraan yang kini dalam kondisi ruwet akibat salah urus selama 5 tahun terakhir. Tidak semua orang yang memiliki banyak dukungan mampu menjadi pemimpin yang efektif yang bisa berkomnikasi secara efisien.

Tantangan Indonesia Indonesia Kedepan

Indonesia paska reformasi belum menemukan platform yang fit sesuai dengan cita-cita para founding father. Amandemen UUD 45 berkali-kali membuat perjalanan bangsa dan negara menjadi makin tidak jelas, ini karena amandemen dilakukan berdasarkan kepentingan sesaat, tidak ada kepemimpinan strategis yang menjadi “RUH” amandemen sendiri. Sistem Pemerintahan apakah presidential atau parlementer juga tidak jelas karena keduanya diberlakukan secara bersama-sama.

Era Pemerintahan SBY periode 2009 – 2014 adalah suatu kondisi bangsa dan negara tanpa pemimpin, kegaduhan politik, pelanggaran hokum, korupsi menyeruak sepanjang 5 tahun menyedot perhatian public. Pertarungan ego antar lembaga negara mudah ditonton di depan media, pemerintah pusat cenderung cuci tangan atas kekisruhan anak buahnya. Tidak pemimpin yang mampu menyatukan antar kekuatan baik kalangan eksekutif, legislative, maupun yudikatif.

Saat ini secara cultural maupun structural Bangsa Indonesia sedang berada dalam status memble, kriminalitas tumbuh diberbagai pelosok, koruptor bergentayangan dengan mega skandalnya, kinerja birokrasi gombal, tingginya rivalitas antar lembaga negara, muncul mafia level negara yang menguasai APBN, migas, tambang hutan, dan kelautan. Skandal korupsi melibatkan orang-orang TOP mulai Kakorlantas POLRI, Ketua MK, Ketum Parpol, dan yang masih tanda Tanya besar adalah Century Gate.

Bangsa Indonesia sudah kehilangan jatidiri, tidak punya tokoh panutan yang bisa dijadikan suri tauladan semua sudah dibusukkan nama besarnya. Maka tidak heran terlalu banyak negara-negara tetangga yang meremehkan keberadaan Indonesia.

Kondisi ekonomi mengalami kemunduran, ditunjukkan dengan beragam indicator mikro maupun makro seperti deficit neraca perdagangan, deficit neraca pembayaran, capital flight hingg Rp 30 Trilyun, nilai tukar rupiah kolap, bunga bank tinggi, tingginya impor bahan pangan, industry tumbuh negative, banjir impor produk2 China tak terbendung dsb.

Kepemimpinan Yang Bebas Ruang dan Waktu

Beratnya tantangan Indonesia kedepan, maka pemikiran saya terhadap kepemimpinan Indonesia mendatang adalah sosok pemimpin sejati (real leader) yang tidak memiliki beban apapun baik historis maupun institusional. Sosok pemimpin yang bisa lakukan apapun demi rakyat tanpa merasa takut atas kejatuhan popularitasnya untuk membenahi jatidiri bangsa dan negara yang kini dalam keadaan "gombal". Ibaratnya sosok pemimpin yang siap dicap jelek sebagian rakyatnya. Sosok pemimpin yang relah mendedikasikan dirinya semata-mata untuk rakyat karena itu semua adalah perintah Tuhannya.

Sebagaimana Jokowi, cawapres mendatang harus memiliki tipe sebagaimana Jokowi yang sederhana dan tidak takut dengan rakyat. Tidak memposisikan sebagai "priyayi agung" dengan gaya sok santun yang ternyata agar rakyat segan kepadanya, juga sosok yang tidak bangga dengan jabatan yang disandangnya karena menyadari bahwa jabatan hanyalah titipan sementara yang akan diambil kembali amanahnya pada saatnya. Seorang pemimpin yang terbebas dari ruang dan waktu dimana pun, kapanpun bisa tampil dan berbuat untuk rakyat.

Mari Menakar Jusuf Kalla

Jusuf Kalla selanjutnya saya sebut JK dalam beberapa tahun terakhir mampu membuktikan bahwa dirinya memang pemimpin sejati, seorang survival jalanan, bertindak efektif dan efisien, komunikator ulung yang sanggup bicara kapanpun dan dari manapuntanpa mengurangi hasil akhirnya, JK juga mampu membuktikan sebagai pengambil keputusan yang tepat sesuai levelnya teknis, taktis, dan strategis.

Prestasi JK selama kepemimpinan perdana Pemerintahan SBY periode 2004 - 2009 sudah diketahui banyak orang bahkan orang menyebut TheReal President. Kesuksesan menjaga stabilitas pemerintahan SBY adalah hasil karya JK dikala banyak kejadian besar yang dialami Bangsa Indonesia, mulai kenaikan harga BBM, TDL,pergantian minyak tanah ke LPG semua bias dieksekusi dengan lancar. JK juga mampu menjadi problem solver dalam berbagai kasus kebangsaan seperti kasus Ambon, Aceh, Poso, bahkan diluar negeri pun JK memiliki peran penting dalam penyelesaian kasus Rohingya di Myanmar

JK dan Kepemimpinan Ditengah Bencana Dalam Catatan Saya Sebagai Relawan.

Efektif atau tidaknya seorang pemimpin tampak ketika menangani bencana alam, dan JK membuktikannya dalam perannnya sebagai Ketua PMI mampu menangani berbagai bencana alam yang terjadi dalam dasawarsa terakhir ini. Dengan kemampuan komunikasi yang baik banyak solusi strategis yang aplikatif dijalankan para operator dari PMI di tengah-tengah bencana.

Sebuah peristiwa yang tidak saya lupakan adalah ketika kawasan Jawa Tengah dan Jogyakarta menghadapi bencana Merapi yang mendera dalam kurun waktu cukup lama mulai tanggal 23 Oktober 2010. Ratusan ribu warga sekitar Merapi menjadi pengungsi selalu menghadapi ketidakpastian karena eskalasi erupsi yang dinamis, lokasi tempat pengungsi terus bergerak, dari semula radius 5 km bergerak menjadi 10 km, 15 km bahkan sempat ada perintah untuk menjauh sejauh 35 km meski kemudian diralat. Dalam kondisi seperti itu pemerintah, warga, pengungsi, relawan mengalami kepanikan, membayangkan bagaimana mengatur logistic untuk memenuhi hajat hidup korban? Belum lagi semua khawatir kapan saja erupsi bisa terjadi. Di kota-kota sekitar Merapi terjadi krisis bahan makanan, sementara arus barang dan jasa tersendat karena moda transportasi tidak lancer. Harga barang terus meningkat karena makin langka, bantuan tidak dating lancer beberapa jalan dan jembatan rusak kena aliran lahar juga takut terkena erupsi tiba-tiba.

Ditengah pemberitaan media bahwa banyak pengungsi di berbagai lokasi yang tidak semua teridentifikasi dengan tepat dikatakan alami kelaparan, tidak ada relawan, tidak ada bahan makanan dan pakaian.

Dalam kondisi seperti ini seorang JK yang saat itu masih berada di Bogor memberikan instruksi kepada PMI dikawasan bencana untuk memborong semua produksi roti dari Jogyakarta, Klaten, hingga Solo untuk segera diberikan kepada pengungsi.

Ini adalah solusi mudah tapi tidak semua pejabat terkait bencana paham aspek strategisnya. Sebuah terobosan menggerakkan perekonomian ditengah bencana. Satu sisi, pengungsi betah tidak ganti pakaian 2-3 hari, tetapi tidak semua pengungsi terutama anak-anak tahan tdak makan dalam sehari.

Dalam analisa manajerial, instruksi JK berdampak strategis karena dengan satu instruksi mampu menggerakkan perekonomian kawasan bencana, memberikan nilai tambah terhadap “value chains” industry roti di kawasan Merapi seerti Jogyakarta, Klaten, dan Solo. Pertama, bagi pengungsi jelas adanya suplai makanan seperti roti sangat bermanfaat untuk daya tahan tubuh, kedua produsen roti, dengan dibelinya oleh PMI ada pendapatan guna menjaga kelangsungan hidup usahanya, ketiga bagi karyawan perusahaan roti tetap bias bekerja karena perusahaan tetap beroperasi, bagi mata rantai pemasok seperti terigu, telor, dsb tetap bisa beroperasi karena ada transaksi, dan terakhir pemerintah tetap bisa menerima pajak (PPN / PPh) atas perusahaan roti.

Itulah profil kapabilitas JK yang saya gambarkan layak untuk duduk sebagai cawapres mendampingi Jokowi.

Menakar Kapabilitas Ahok

Untuk menakar kapabilitas Ahok bisa dibaca tulisan saya di Kompasiana dengan judul “Kenapa Ahok Dibutuhkan Indonesia” mulai Bagian I hinnga IV dengan pembobotan masing.

Sekian

Agus Wibowo - Semarang




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline