Lihat ke Halaman Asli

Kabar Terkini

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

I

dengan menyebut nama perubahan yang kerap saja maha agung;

II

kita pernah bertemu dalam pagi-pagi penantian

yang ingin terjatuh dari tumpukan lantai gedung ini;

kita berdiri sama tinggi dan bercakap sama basi,

kecuali dalam hal kebisuan yang menarik perhatian,

kita memang tak punya banyak kesamaan:

berharap akan segera kenyang dan terpuaskan,

kita bincangkan hari kelahiran dan peruntungan hari ini;

III

lantas kau bermain peran menjadi seorang anchorwoman:

di sebuah kamar kos, seorang pemuda ditemukan kelaparan

setelah seharian bekerja keras merumuskan resep makanan

yang cukup mutakhir untuk mengganjal perut selama tiga pekan;

ah! ini lebih nonsense daripada laporan dari belantara berikut:

seorang gadis ditemukan dalam rimbun rimba pegunungan,

mencoba kembali pada suatu kehidupan manusia yang hakiki,

berburu dan makan, berburu dan makan, tak berkesudahan.

IV

kita bernostalgia tentang sebuah kota, tempat

kejeniusan saling berdamai dan tak sempat

mewakilkan perannya pada sesuatu yang lain;

ini kota yang tak mengenal teguhnya itikad

selain bagi kuli bangunan untuk bermain-main;

V

kalau kita kembali menengok kepada kalisnya kota itu,

rupa apa yang tersisa dari sentuhan tangan kita ini?:

dalam kebingungan atas apa yang kita cari,

kita masih merupa dalam keaslian yang sama:

kau pemilik waktu, aku detik-detik jam.

Tirtoseto, 28042014




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline