Lihat ke Halaman Asli

Dialektika Mutu Karya Penyair Indonesia

Diperbarui: 18 Juli 2018   19:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai pembaca yang baik sering dijumpai puisi-puisi yang nyaris sama persis dalam satu tema, namun tidak berarti sebuah plagiat atau sanduran atau terjemahan. Keadaan ini dikarenakan sebuah antologi bersama dengan pengangkatan tema yang sama dengan memilih objek bidik keseharian yang kebanyakan di masyarakat. Perbedaan itu hanya terdapat dalam pilihan kata. Penyair yang piawai menulis tentu akan menggunakan pilihan kata yang terpilih untuk menyesuaikan bait atau baris puisi.

Evaluasi pembeda pertama terhadap puisi bukanlah pada jenis atan genre yang ditampilkan tetapi tentu saja pada isi atau kandungan puisi itu. Kandungan dan maksud puisi memiliki keanekaragaman pesan yang diangkat. Pesan-pesan tersebut yang pertama sekali harus diyakinkan bahwa pesan itu belum ada sebelumya atau belum pernah ditulis oleh penyair sebelumnya.

Maka dapat dipilah puisi-puisi itu dalam pengelompokan-pengelompokan yang dalam ilmu Charles Darwin dalam dua pembeda yang kemudian hasil pembeda pertama dikelompokan lagi dalam dua pembeda berikutnya, dan seterusnya sengga menghasilkan jenis dan mutu puisi.

Terdapat juga tema kecil dan tema besar dalam penampilan antologi atau event antologi bersama atau event lomba cipta. Tema yang besar membuahkan keluasan pilihan judul dan tema yang kecil tidak berarti memberikan kecil keluasan judul. Syair "Jatuh Cinta" dan " Cinta Pertama" sangat berbeda jauh meski sama sama tema cinta. Tema tersebut dapat dikembangkan menjadi dua tema tentang Jatuh Cinta dan Cinta Pertama. Orang yang jatuh cinta tidak berarti Ia itu merasakan cinta pertama, sebaliknya Cinta Pertama akan ada cinta Kedua dan seterusnya.

Jadi seorang penyair tidak takut atau pesimis dengan semakin banyaknya jumlah penyair. Taruhlah penyair Indonesia itu berjumlah satu juta orang, maka tidaklah sulit untuk menentukan siapa pemilik karya-karya terbaik. Kelemahannhya hanya apabila jumlah kritikus dan kurator sedikit. Bila jumlah kurator dan kritikus sedikit maka semakin besar pula kemungkinan bahwa diluar nama-nama yang diangkat sebagai pemilik karya terbaik terdapat banyak penyair lain yang juga memiliki karya terbaik tetapi terlewat disebut karena belum terbaca.

Upaya memberi penghargaan terhadap pemelihara bahasa khususnya sastra dan mungkin khusus pemeliharaan sastra puisi/sajak harus dilakukan oleh pemangku kepentingan (stakeholder) baik dari unsur pemerintah, budayawan maupun pecinta sastra Indonesia. Untuk apa? Yaitu bagaimana bahasa Indonesia dalam pandangan yang luas memiliki keanegaragaman kandungan yang perlu dikembangkan, disisi lain sastra merupakan sarana pembentukan masyaraklat untuk pertumbuhan budi bangsa ini. karena sastra menyuarakan sesuatu yang baik dan patut menjadi pilihan kebiasaan perilaku bangsa.

Akhirnya kita iri dengan Kontes Dangdut Indonesia (KDI), Indonesia Idol bahkan Bintang Pantura yang menyelenggarakan ajang pencarian bakat. Dibidang puisi atau kepenyairan kita tertinggal jauh. Penyanyi dangdut saja dicari bintangnya dalam ajang pencarian bakat. Terlepas dari siapa yang menyeleksi atau jurinya, tetapi biduan dangdut untuk menuju bintang itu melalui tahapan seleksi siapa pemilik suara terbaik. Namun dalam puisi kita tertinggal jauh.

Indramayu, 17-07-18




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline