Dahlan Iskan mau bikin koran. Namanya Harian DI's Way . Koran tersebut akan dilaunching di Surabaya pada 4 Juli 2020. Event-nya dikemas dalam talkshow interaktif. Menghadirkan Dahlan Iskan dan Hemanto Tanoto (President Commisioner of PT Avia Avian) sebagai pembicara.
Saya mendengar kabar Dahlan Iskan mau bikin koran sejak dua tahun lalu. Setahun setelah Dahlan pensiun dari Jawa Pos, 2017. Ketika itu, seorang kawan-- yang sama-sama pernah gabung di Jawa Pos Group-- menghubungi saya. Dia tanya soal tawaran bergabung dengan koran baru yang akan dibikin Dahlan Iskan. Dia mengira saya punya kedekatan dengan Dahlan. Terlebih, saat saya merilis buku Skesa Tokoh Suraboyo, 2006, Dahlan Iskan yang memberi kata pengatar.
Selama itu, saya mengira kabar Dahlan akan membuat koran hanya isapan jempol. Di mata saya, hidup Dahlan sudah "paripurna". Sukses sebagai jurnalis, pengusaha hebat, dan pernah menduduki jabatan strategis sebagai Menneg BUMN.
Toh, jika dia klangenan menulis, ada blog pribadi. Yang sekarang pembacanya cukup banyak. Bahkan yang terakhir, Dahlan dibikinkan podcast oleh anaknya, Azrul Ananda. Podcast tersebut dibuat Azrul agar Dahlan punya kesibukan dan tidak jadi bikin koran. Dahlan mengakui hal itu dan memilih senyum-senyum saja.
Azrul memang tak setuju Dahlan bikin koran lagi. Karena ongkosnya tidak sedikit. Butuh kertas, biaya cetak, operasional, maintenance, dan masih banyak lagi. Selain itu, zaman telah berubah. Tersedianya platform-platform digital telah menggeser perilaku masyarakat yang meninggalkan membaca koran. Ringkasnya, era kini tidaklah tepat menggerakkan bisnis koran.
Tapi, rayuan Azrul ternyata tak mempan. Dahlan kukuh tetap bikin koran. Terakhir, Dahlan merilis, kalau Harian DI's Way saham mayoritasnya dimiliki karyawan. Sampai 98 persen. Sisanya, 2 persen milik Dahlan sebagai penggagas dan penyedia dana.
Dalam "kampanye" jelang launching, Dahlan juga menulis, "Badan boleh dikurung --selama pandemi Covid-19. Tapi pikiran tidak bisa dibatasi. Ide tidak bisa dikekang. Terbitan Harian DI's Way ini adalah hasil lock down selama pandemi.
Inilah media yang diterbitkan tidak untuk tujuan bisnis. Inilah media yang tidak boleh disebut koran. Sebut saja media ini "harian", Harian DI's Way. Menerbitkan Harian DI's Way ini adalah cara saya berterima kasih kepada jurnalistik. Saya harus mempertahankan jurnalistik. Meski tidak lagi mudah.
Jurnalistik tidak boleh mati. Ia harus tetap hidup --dengan cara harus menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Yang serba mudah dan elektronik itu."
***