Siang itu, saya bertemu Dr HM Sulthon Amien. Pemilik Parahita Diagnostic Center. Laboratorium klinik terkemuka yang berpusat di Surabaya. Punya cabang di semua kota besar di Indonesia. Dan kini telah memekerjakan banyak karyawan.
Saya menerima ajakan makan siang Pak Sulthon, begitu saya karib memanggilnya. Bareng Suli Da'im (COO PS Hizbul Wathan). Tempatnya di Al's Pizza Surabaya, resto dengan konsep modern.
Di lantai dua bangunan tersebut ditempati startup Hompimpa, perusahaan rintisan berbasis digital yang melahirkan karya-karya animasi kelas dunia. Resto maupun startup tersebut dikelola tiga anaknya, yakni Mizan, Faza, dan Finna.
Tak banyak berubah dalam diri Sulthon Amien. Kalem, ramah, dan murah senyum. Penampilannya juga jauh dari kesan wah. Kumis yang selelu tercukur bersih dan jenggot yang dibiarkan memanjang. Sehari-hari, dia lebih banyak memakai baju takwa. Bicaranya datar dan cenderung banyak mendengar dan bertanya.
Sulthon Amien mengaku gak pernah bercita-cita jadi pengusaha. Bermimpi pun tidak. Sebaliknya, dia pernah mengapungkan asa bisa jadi pegawai. Beberapa kali dia ikut testing.
Baik penerimaan pegawai negeri sipil (PNS), pegawai BUMN, maupun pegawai perusahaan swasta. Namun tak pernah lolos. Bahkan, dia pernah berniat mengajukan lamaran di Kantor BRI tempat kakaknya bekerja. Namun sang kakak tak menyetujui.
Sulthon Amien menghabiskan masa kecil di Grogol, Tulangan, Sidoarjo, Dia hidup di lingkungan keluarga yang agamis. Salat, puasa, membaca Alquran, mengaji, dan masih banyak ibadah lain yang dia jalani. "Dulu saya sering diajak kakak-kakak saya ikut pengajian, ikut mendatangi tokoh-tokoh agama," cetus dia.
Ketika remaja, Sulthon Amien pernah mencecap pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo. Pesantren yang menerapkan disiplin tinggi dan penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris). Namun di pondok tersebut dia tidak menyelesaikan sampai lulus.
Sulthon Amien kemudian hijrah ke Surabaya. Di Kota Pahlawan, kali pertama mendapat pekerjaan di SMP Muhammadiyah Surabaya. Jabatannya sebagai staf tata usaha (TU). Pekerjaan itu dia jalani dengan serius. Rupiah demi rupiah dia kumpulkan. Hingga ketika uangnya cukup, dia bisa mewujudkan keinginan besar, yakni kuliah di IKIP Muhammadiyah Surabaya (sekarang Universitas Muhammadiyah Surabaya, red).
Baca juga : Parahita Diagnostic Center Juga Peduli dengan Pendidikan