Hanya turnamen pramusim. Tapi atmosfernya luar biasa. Menyita banyak perhatian pecinta sepak bola di Tanah Air. Begitulah yang pantas dipotret dari Turnamen Piala Gubernur Jawa Timur 2020. Turnamen yang sempat vakum lima tahun itu, kini melibatkan 8 klub Liga 1. Yakni, Persebaya, Arema, Persija, Madura United, Persela, Persik, Bhayangkara FC, dan Sabah FC.
Hanya turnamen pramusim. Tapi benar-benar membuat gerah. Betapa tidak, baru kali ini ada partai semifinal harus menggeser jadwal pertandingan. Saat Persebaya melawan Arema, Selasa (18/2/2020) sore. Rencana awal, semua partai semifinal digelar di Stadion Kanjuruhan, Malang . Eh, sehari kemudian dibatalkan. Pertandingan Persija melawan Madura United saja yang digelar di Stadion Kanjuruhan, Sementara Persebaya versus Arema dipindah di Stadion Soepriadi, Blitar. Tanpa penonton.
Perkiraan saya gak meleset. Derby Jatim Persebaya vs Arema berlangsung seru. Kedua tim sama-sama ngotot dan bermain keras. Full taktik dan strategi. Dua kartu merah dikeluarkan wasit. Persebaya berhasil mempecundangi Arema (4-2). Dan Bajol Ijo (julukan Persebaya) melaju ke final bertemu Persija yang mengalahkan Madura United dengan skor 2-1
Sayang, keseruan laga Persebaya versus Arema tercederai aksi di luar lapangan. Kedua suporter terlibat tawuran. Aksi saling lempar batu, beberapa kendaraan dibakar, dan pengerusakan tak terhindarkan. Sejumlah orang mengalami korban luka.
Sekali lagi, hanya turnamen pramusim. Tapi repotnya panitia minta ampun. Lha, menentukan tempat pertandingan final saja belum beres. Padahal jadwanya tiggal sehari pada Kamis (20/2/2020). Saya pun baru ngeh jika urusan jadwal ini jadi lelucon para pemilik klub. "Jangankan kita, Tuhan saja gak tahu jadwal pertandingan sepak bola di Indonesia."
Stadion yang dipakai pada partai final Persebaya vs Persija semula di Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya. H-1 jelang diputuskan dipindah di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo. Dan panitia melarang The Jakmania (julukan suporter Persija) hadir di partai final. Alasannya untuk menghindari tawuran antarsuporter.
***
Lalu, sampai kapan tawuran antarsuporter bisa dihentikan? Bukankah berbagai upaya telah dilakukan? Seperti melakukan mediasi kelompok suporter, memberi sanksi berat, dan lain sebagainya.
Situs indosport.com merilis empat cara Inggris memperlakukan hooligans, suporter yang kerap bikin rusuh. Pertama, menyusup (infiltrasi). Menempatkan aparat keamanan berpakaian preman menyusup ke barisan suporter. Ini dianggap efektif. Banyak penggerebekan dilakukan polisi terhadap para hooligan usai penyusupan dilakukan.
Kedua, penggunaan steward dan CCTV. Steward sebagai pengganti peran polisi di dalam stadion. Steward punya hak mengeluarkan suporter rusuh yang melanggar aturan. Keberadaan mereka independen, terbebas dari kepolisian. Steward bisa juga ditempatkan sebagai pagar betis yang memisahkan suporter dua kubu. Sementara penggunaan kamera pengawas (CCTV) untuk mempermudah pengawasan suporter.
Ketiga, keamanan stadion. Di Inggris ada Badan Otoritas Lisensi yang tugasnya memberi atau bahkan mencabut izin stadion dalam menyelenggarakan pertandingan sepak bola. Di Indonesia mungkin mirip tugas PT LIB dalam menilai stadion yang layak untuk Liga 1. Hanya saja, di Inggris syarat yang diterapkan lebih ketat dan disiplin.