Lihat ke Halaman Asli

AGUS WAHYUDI

TERVERIFIKASI

setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Hari Pahlawan, Sidang Paripurna, dan Suparto Brata

Diperbarui: 9 November 2019   16:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi:sunday-digital.com

Di momen Hari Pahlawan, saya tiba-tiba teringat dengan sosok yang satu ini. Namanya, Raden Mas Suparto Brata. Karib disapa Suparto Brata (kini sudah almarhum). Seorang sastrawan dan sejarawan kelahiran Surabaya, 27 Februari 1932.

Sebelum meninggal pada 11 September 2015, saya sering bertemu dan berdiskusi dengannya. Terlebih, dia saya pilih menjadi satu dari 21 tokoh yang saya tulis dalam buku Sketsa Tokoh Suroboyo (2006).

Selain dia, ada nama Gombloh, Kartolo, Nyoo Kim Bie, Rusdy Bahalwan, Lim Keng, Nanik Juliati Suryaatmadja, Lilies Handayani, dan masih banyak lagi . 

Suparto Brata adalah penulis produktif. Karya-karyanya berupa cerpen, novel, dan roman sudah banyak dibukukan. Buku yang berbahasa Indonesia sebagian besar diterbitkan Gramedia. Sementara buku berbahasa Jawa lebih banyak dibiayai sendiri alias indie label.  

Ada ratusan buku karya Suparto Brata. Buku-buku yang ditulis Suparto rata-rata cukup tebal, 400-600 halaman. Di antaranya yang sempat diresensi media dan mendapat apresiasi pembaca adalah Saksi Mata, Saputangan Gambar Naga, Kerajaan Raminem, Dom Sumurup Ing Banyu, Mencari Sarang Angin, Kremil, Gadis Tangsi, Pawesti Tanpa Identiti, Donyane Wong Culika, Geger Jayacaraka, dan Rupublik Jungkir Balik.

Saya sejatinya penasaran dengan sosok Suparto Brata yang melahirkan karya-karya bermutu. Meski usianya tidak muda lagi, dia mengaku bisa hidup dari menulis.

Dari menulis, nama Suparto Brata juga tercatat dalam buku Five Thousand Personalities of the World, Sixth Edition, 1998, terbitan American Biographical Institute, Inc 5126.

Dia juga mendapat mendapat tiga penghargaan bergengsi Rancage, yakni tahun 2000, 2001 dan 2005, atas jasanya mengembangkan sastra dan bahasa Jawa.

Suparto Brata punya jadwal rutin melakoni aktivitas menulis. Bangun pukul 03.00 dini hari, kemudian menghadap komputer PC-nya. Baru pukul 07.00, dia beristirahat.

Suparto Brata

Biasanya, waktu istirahat dilakukan dengan jalan-jalan pagi dan sarapan. Satu jam kemudian, dia kembali menulis. Selanjutnya jadwalnya tidak pasti. Kadang kalau tak ada tamu dia bisa melanjutkan menulis sampai siang atau sore.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline