Saya sering sekali dalam banyak kesempatan mengatakan bahwa kita perlu mencerdaskan rakyat dan bangsa ini. Dan, saya sangat bersungguh-sungguh dengan hal itu karena beberapa alasan.
Secara cepat rakyat yang cerdas dan berwawasan luas akan mengeliminir dan membatasi perkembangan radikalisme yang memanfaatkan rakyat kita untuk segala macam kepentingan, yang entah apa (macam2). Rakyat yang cerdas akan memberikan kejernihan sudut pandang dan pikir yang memberi objektivitas dalam melihat dan menyelesaikan banyak masalah bangsa. Rakyat yang cerdas tak mudah terprovokasi dan akan menghidupkan tolerasi berbangsa dan bernegara di NKRI yang ber Bhineka Tunggal Ika. Kecerdasan dan keberagaman itu justru dapat menjadi kekuatan negeri ini yg luar biasa.
Perjuangan kita untuk memajukan negeri ini masih panjang, berat dan membutuhkan pemberdayaan masyarakat secara langsung untuk turut mengawasi arah pembangunan karena dalam ketertinggalan pembangunan negeri ini di berbagai sektor-sektor dasar yang strategis dan sektor-sektor ikutan lainnya. Kita membicarakan pembiayaan pembangunan (baca: uang) yang sangat-sangat besar (meliputi ribuan Trilliun Rupiah). Proses pembangunan itu akan dilakukan bukan hanya oleh pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintah, namun juga oleh perusahaan-perusahaan swasta (nasional dan asing) dan rakyat pada umumnya. Pada ujungnya, proses pembangunan ini akan dilakukan oleh orang-orang (manusia) baik yang duduk dipemerintahan maupun pihak swasta. Dalam hal efektivitas fungsi pengawasan lembaga2 resmi Negara masih belum maksimal disamping masalah integritas aparat dan pejabat negara yang terlihat masih banyak masalah, siapa yang dapat mengawasi semua itu kalau bukan rakyat yang cerdas ?
Trus, apa hubungannya semua itu dengan kebutuhan kita untuk mencerdaskan rakyat ?
Kepentingan nasional kita dalam memajukan negeri ini sangatlah mulia dan berarti bagi bangsa ini. Namun kepentingan nasional kita itu tidak selalu sama dengan kepentingan negara-negara maju atau bahkan beberapa negara tetangga kita sendiri. Sadar atau tidak, ada semacam dorongan instabilitas di negeri ini dan upaya yang cenderung mengarah pada memecah belah bangsa. Persatuan dan kesatuan bangsa adalah sebuah kekuatan yang menakutkan bagi banyak pihak.
Sayangnya, ada beberapa elemen bangsa ini yang demi kepentingannya (dan golongannya) sendiri, turut menggunakan pendekatan-pendekatan yang sejenis seakan senang dengan negeri dan bangsa yang terkoyak-koyak; seakan tak peduli jika negeri ini pecah atau berantakan sebagaimana yang terjadi dengan Lebanon, Yugoslavia, Uni Sovyet, Irak, Somalia, Libia, dan Suriah, misalnya.
Berbagai issue di dalam negeri selalu mempunyai beberapa dimensi. Hanya rakyat yang cerdas yang akan dapat memilah-milah sebuah kasus. Coba lihatlah kasus Papa Minta Saham yang sedang heboh saat ini. Terlepas dari adanya masalah pelanggaran etika yang serius oleh SN (yang seharusnya sudah terang benderang dan tidak perlu orang cerdas untuk dapat menangkap apa yang terjadi), ada banyak pertanyaan yang tersisa dan perlu didalami bagi rakyat yang cerdas. Misalnya, terlepas dari harus dilakukan pembuktian kebenaran isi rekaman pembicaraan yang sudah tersebar luas* itu:
- Mengapa SN (dan MR) bisa sedemikian berani mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden ? Apakah dia bekerja sendiri ?
- Apa yang sesungguhnya terjadi dibalik keputusan-keputusan besar menyangkut pembangunan di negeri ini ?
- Apakah benar ada keterlibatan JK, LP dan RS dalam keputusan2 pemerintah menyangkut proyek2 besar ? Jika ini tidak benar, pernyataan2 SN dan MR itu tentu merupakan sebuah fitnah yang luar biasa dan seharusnya baik JK, LP dan RS, mestinya marah dan bereaksi membersihkan nama mereka sebagaimana dituduhkan itu. Jika mereka tidak bereaksi, mengapa ?
- Apa yang dimaksud dengan perkataan “kalau pak JK Presiden?” dalam pembicaraan ini:
SN: Ya kita harus jujur
MR: Kalau Pak JK presiden,
SN: Wah terbang kita.
MR: Atau dia pasrahin Pak JK urus ekonomi saja, saya pergi dah blusukan. Pak JK urus saja ekonomi
SN: Ya tapi sekarang sudah dibatasin terus presidenBenarkah Jokowi sudah menyadari dan mulai membatasi ruang gerak JK ?
- Benarkah seperti kata SN, RS dan SS juga turut bermain ? Bukankah pembicaraan ini perlu di klarifikasi oleh orang-orang yang disebut namanya disana juga ?
SN: Sudah Pak. Kemarin itu saya diarahkan sama Bu RIni, menteri ESDM jadi nanti itu ditunjuk di Bintuni. Bintuni itu arealnya 6000 hektar. Itu dibuat di sana itu pabrik pupuk, Antam juga disitu, pelabuhan bukan hanya Sorong pak tapi di situ...
SN seakan begitu menguasai dan mempunyai banyak kartu truf juga tentang nama-nama yang disa sebutkan dalam pembicaraannya.