Lihat ke Halaman Asli

Dilematis: Tuntutan Buruh vs Kesempatan Bekerja

Diperbarui: 27 November 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Tahun sebelumnya sdh 2 tahun berturut-turut UMK dibeberapa wilayah total sudah naik sekitar 50%. Sekarang maksa mau naik lagi minimum 25%.

Maspion Grup langsung menegaskan jika UMK diwilayahnya diatas 3jt maka perusahaannya terpaksa akan memPHK lebih dari 1000 org karyawan. Dan saya yakin hal itu tidak hanya akan terjadi di pabrik Maspion.

Tiap tahun buruh minta (baca: maksa) naik gaji gede. Produktivitas dan kualitas tidak naik. Demonstrasi dan mogok yg dipaksakan harus terjadi dgn melakukan aksi sweeping semua perusahaan yg buruhnya baik2 saja dan gak mau ikut demo. Kerugian banyak pabrik dijadikan senjata untuk memaksakan kehendak.

Pengalaman menunjukkan perusahaan yg sudah baik pun hubungan management dan buruhnya pun diacak-acak dan disweeping dari pabrik ke pabrik. Buruh2 yg baik2 saja diancam harus meninggalkan pekerjaannya dan ikut demo. Mereka diancam tidak boleh bekerja (harus mogok) walau mereka tidak ingin ikut demo karena tidak ada masalah ditempatkerjanya. Akibatnya, beberapa perusahaan "terpaksa" menghentikan produksi dan meliburkan karyawannya demi keamanan karyawannya itu sendiri dan keamanan pabrik juga. Siapa yg harus menanggung kerugian pabrik2 seperti itu karena ulah para buruh ? Ujung2nya jika budaya "premanisme" terus yg dikembangkan dan sebagian besar pentolan2 pergerakan buruh dipusat sepertinya punya agenda lain, maka sangat dapat dimengerti mengapa aspek perburuhan di negeri ini menjadi pertimbangan negatif bagi para investor dalam dan luar negeri.

Pengusaha berhadapan dgn pejabat diperas, ketemu preman dijalan diperas, buruh pun tiap tahun menuntut hak diluar kewajaran sama juga dgn memeras. Pernahkah para buruh itu merasakan berhutang dengan menjaminkan seluruh harta pribadinya demi jalannya perusahaan (termasuk membayar gaji2 karyawannya)..?? Pernahkan terpikir oleh buruh bahwa situasi ekonomi ini juga membuat harga bahan baku dan bahan penolong produksi naik, sementara harga jual belum tentu bisa naik karena kemampuan daya serap pasar yang terbatas..? Usaha itu tidak selalu untung dan penuh resiko.

Modernisasi mesin2 produksi secara umum akan dapat mengurangi penggunaan tenaga kerja secara signifikan. Sebuah production line perusahaan minuman yg mempekerjakan sekitar 60 karyawan secara semi manual dapat mengganti production line nya dengan mesin yg mampu memproduksi 6x lebih banyak hanya dengan 5 orang karyawan saja.

Jika gelombang PHK terjadi, kehilangan pekerjaan, nuntut lagi ke Pemerintah, maksa minta kerjaan. No wonder beberapa pengusaha (termasuk pengusaha Indonesia) memilih berinvestasi dan mendirikan pabrik diluar negeri dan tinggal menjual barangnya saja (trading) disini.

Buruh, berhentilah berpolitik dan tingkatkan kualitas dan produktivitas. Itu akan menaikkan hargamu dengan sendirinya tanpa pakai cara2 mengancam dan meneror perusahaan yang memberimu dan keluargamu kehidupan. Tak ada perusahaan yg ingin kehilangan karyawan2 mereka yang baik dan berkualitas serta produktif.

Mari mencari titik temu yg baik dgn cara2 yg baik pula. Jangan mudah diprovokasi dan dijadikan alat politik oleh segelintir orang yang dengan mengatasnamakan buruh mengejar karir dan posisi politik (yg bisa jadi tidak sama kepentingannya dengan para buruh).

Salam Indonesia Raya :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline