Mengingat pusat HUT TNI (kemarin, 5 Oktober 2015) dilakukan di Cilegon, saya tak berkesempatan menyaksikannya secara langsung. Namun dari pagi saya sudah duduk manis didepan TV dan (setelah bertahun-tahun gak memilih chanel ini) memilih channel TVRI yang menyiarkan secara langsung Peringatan HUT TNI tersebut. Setiap tahun, walau saya bukan berasal dari keluarga militer, saya selalu menanti-nantikan momen ini karena biasanya dapat menyaksikan dan memperoleh sedikit gambaran, seperti apa kondisi TNI, Tentara Nasional Indonesia.
Pemilihan tempat peringatan HUT yang sangat tepat. Kita benar-benar dapat melihat seluruh dan kekompakan matra TNI di Darat, Laut dan Udara. Sebuah demostrasi yang menggetarkan dan memberi signal kuat agar negara-negara disekitar kita sebaiknya tidak perlu mencoba-coba mengganggu kedaulatan negeri ini.
Namun demikian ada hal yang juga sangat penting dibalik, kemegahan demonstrasi kekuatan dan kemampuan teknis militer TNI kali ini. Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi mengutip kata-kata Panglima Besar Soedirman"
"Sejarah mencatat bahwa TNI dilahirkan dari "rahim" rakyat. Panglima Besar Jenderal Soedirman menyatakan bahwa hubungan TNI dan rakyat adalah ibarat ikan dan air. Ikan tidak akan hidup tanpa air. Rakyatlah yang mengandung, merawat, dan membesarkan TNI .
Untuk itu, TNI harus menegaskan jati diri sebagai tentara rakyat. Sebagai tentara rakyat, TNI tidak boleh melupakan rakyat. TNI tidak boleh menyakiti hati rakyat. TNI tidak boleh berjarak dengan rakyat serta harus selalu bersama-sama rakyat. Hanya dengan bersama-sama rakyat, TNI akan kuat dalam menjalankan tugas pengabdian pada bangsa dan negara. Hanya bersama-sama rakyat, TNI menjadi kekuatan militer yang hebat, kekuatan militer yang disegani serta kekuatan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain di dunia."
Dari Sambutan Presiden dalam HUT TNI ke-70 ini, ada pesan yang menurut saya sangat-sangat penting yang disampaikan Presiden Jokowi bahwa:
"Sebagai bangsa yang majemuk, kita harus bangga memiliki Tentara Nasional. TNI harus menempatkan diri sebagai perekat kemajemukan dan menjaga persatuan Indonesia. Sebagai Tentara Nasional, TNI tidak boleh tersekat-sekat dalam kotak suku, agama dan golongan. TNI adalah satu, yakni Tentara Nasional, yang bisa berdiri tegak di atas semua golongan, mengatasi kepentingan pribadi dan kelompok, yang mempersatukan ras, suku, dan agama dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Bersama-sama rakyat, TNI harus terus menjaga kebhinneka tunggal ika-an. Hanya dengan itu, Indonesia bisa menjadi bangsa majemuk yang kuat dan solid.
Hal itu perlu saya tekankan, karena bangsa kita bukan hanya menghadapi tantangan di bidang politik, keamanan dan ekonomi, namun juga menghadapi tantangan dalam mengelola kemajemukan. Kemajemukan bisa menjadi kekuatan yang maha dasyat jika kita mampu menjaganya dengan baik. Banyak bangsa yang harus menghadapi takdir sejarah, terpecah-belah, tercerai-berai karena tidak mampu menjaga kemajemukan. Ini tidak boleh terjadi di Bumi Pertiwi kita."
Sungguh sebagai rakyat biasa, tantangan kemajemukan seperti yang dikemukakan Presiden Jokowi tersebut sangat dirasakan. Begitu banyak tokoh dan kelompok yang demi kepentingannya atau kelompoknya sendiri, dengan sadar atau tidak melakukan upaya-upaya memecah belah umat beragama dan bangsa sendiri. Tokoh-tokoh vokal yang tak mengenal etika dan bersuara lantang sekedar menunjukkan keberaniannya untuk berbeda atau menentang kebijakan pemerintah, dan bahkan lebih parah lagi menghina (bahkan cenderung memfitnah) Pemimpin-pemimpin negara sungguh, menurut saya, menjadi sebuah fenomena demokrasi dan kebebasan bersuara yang kebablasan. Sayangnya tinggat pendidikan dan kesadaran kebangsaan rakyat di negeri ini yang masih belum dewasa, menimbulkan efek echo (gaung) dimana dengan mudahnya kemudian pernyataan dan informasi-informasi menyesatkan (yg sengaja digulirkan oleh tokoh-tokoh tersebut) serta merta di share atau disebarkan oleh banyak pengikutnya, atau orang-orang yang, walau kadang pintar dan berpindidikan tinggi, malas untuk membaca dan mencari sumber informasi yang benar, apalagi melakukan check and recheck. mereka justru merasa telah membantu dan mengambil peran serta politik, namun secara tidak sadar, telah membangun dan memupuk terus berbagai aura kebencian dan perpecah-belahan umat beragama, suku, ras dan bangsa ini. TNI sebagai salah satu kekuatan nasional, dengan segala pergolakan internalnya khususnya dimasa awal reformasi lalu), sejauh ini telah mampu menunjukkan kematangannya dalam proses membangun negeri ini kearah yang lebih baik. Telah mampu menunjukkan kenetralannya dan menjadi pemersatu dan perekat dalam kemajemukan bangsa ini. TNI, dengan tenaga-tenaga profesionalnya, selalu siap untuk diterjunkan bukan hanya untuk menjaga setiap jengkal wilayah tanah air kita, namun juga disaat negeri ini membutuhkan penguatan lembaga-lembaga sipil dinegeri ini (walau itu, jelas menimbulkan pro dan kontra, dan ada banyak pihak yang belum dapat menghilangkan trauma masa lalu TNI yang terlalu dekat dengan kekuasaan). Dalam kaitan itu misalnya, saya melihat TNI dengan sigap, menawarkan para perwira dari Mahkamah Militer-nya untuk membantu menguatkan para penyidik KPK, disaat Polisi, dalam banyak kasus, terkesan begitu arogan dan semena-mena memainkan kewenangannyanya mengelola hukum di negeri ini.
Saya, dan saya yakin bagi sebagian besar rakyat di negeri ini, mencintai TNI dan akan senang serta bangga melihat TNI kuat dan profesional. Bangsa dan rakyat negeri ini membutuhkannya. dan saya ingin mengutip kembali kata-kata Presiden Jokowi: