Lihat ke Halaman Asli

Polri yang Bersih, Kuat dan Profesional: Mari Menunggu

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengurus negeri besar dimana begitu banyak kepentingan yang berbeda memang tidak mudah. Apa lagi standard moral berbagai kelompok pun bisa berbeda jauh.


Seorang Politisi petinggi partai misalnya cenderung ngotot tetap memimpin partainya walau tersangkut perkara Korupsi. Tersangka kasus korupsi pun tetap dinilai layak untuk memimpin institusi penegak hukum Polri oleh para Wakil Rakyat (DPR) walau pun mengerti tugas utama Kepolisian itu adalah melakukan penegakan hukum, termasuk didalamnya memberantas korupsi dinegeri ini. Sementara menurut institusi (Bareskrim) Polri, menerima uang tunai (cash) dan menyetorkannya dalam rekening senilai Rp 57 milyar pun dinilai wajar dan sah-sah saja walau sangat tidak masuk akal bagi sebagian besar orang lain yang menggunakan logika sederhana sekali pun. Disisi lain seorang pimpinan KPK yang juga dijadikan Tersangka dalam sebuah kasusnya dimasa lalu, memilih untuk secara suka rela mundur dari posisinya sebagai Pimpinan KPK walau memang masalah pengundurannya itu harus diputuskan Presiden.


Dalam menjalankan peran posisi kenegaraan sebagai Presiden pun seseorang tentu tak akan bisa lepas sepenuhnya dari kepentingan partai-partai politik pendukungnya. Namun entah kenapa semakin hari semakin terlihat nyata kepentingan partai politik tidak selalu sama dengan kepentingan rakyat yang memilih mereka (walau mereka juga selalu mengatasnamakan tindakannya sebagai untuk kepentingan rakyat). Para Politisi melalui institusi partai-partainya maupun intitusi-institusi kenegaraan seperti DPR berusaha menekan Presiden untuk tunduk pada kepentingan dan keputusannya, terlepas dari apakah itu wajar atau tidak dan apakah itu sama atau tidak dengan kepentingan rakyat yang sesungguhnya dan kepentingan negeri ini.


Carut marut konflik kepentingan yang dipertontonkan oleh berbagai intitusi negara (DPR, Presiden, Polri, KPK) dan partai politik dalam kasus pemilihan Kapolri mempertontonkan secara transparan kepada kita, rakyat, untuk menilai siapa-siapa yang sebenarnya sungguh-sungguh memikirkan rakyat dan ingin memajukan negeri ini.


Sementara partai politik (termasuk partai pendukung Presiden) menginginkan agar Presiden hanya mendengarkan mereka dan lembaga-lembaga kenegaraan saja dan mengabaikan suara rakyat dari berbagai elemen yg memang terlihat berbeda dengan kepentingan mereka itu. Dan Partai-partai Politik termasuk PDIP (entah untuk kepentingan apa) mendesak Presiden untuk segera melantik BG yang berstatus Tersangka kasus Korupsi, berbagai elemen masyarakat justru menginginkan Presiden membatalkan pencalonan dan tidak melantik BG serta mengajukan Calon Kapolri lain yang tidak terlibat kasus hukum.


Sambil menungggu, rasa keadilan kita terkoyak oleh penerapan hukum yang tak adil bagi rakyat kecil atau pelaku-pelaku kejahatan (tindak pidana) yang kebetulan anak-anak orang berpengaruh atau kaya. Christoper yang membunuh beberapa orang dijalan raya karena pengaruh narkoba (tersangka sendiri dan saksi mengakui) dan pada awalnya dinyatakan dengan tegas demikian oleh Polri, belakangan dinyatakan sebaliknya (hanya kasus kecelakaan lalin biasa) oleh Polri sendiri. Kita teringat anak AD yang karena kelalaiannya juga membunuh beberapa orang dijalan tol Jagorawi beberapa waktu lalu bebas melenggang tanpa pernah merasakan berada dilakang jeruji penjara sehari pun. Anak HR yang juga membunuh beberapa orang di jalan tol beberapa waktu lalu juga hanya dihukum hukuman percobaan lalu diungsikan ke luar negeri. Sementara Afriyani yang mengalami kasus serupa di sekitar Tugu Tani beberapa waktu lalu harus mendekam di penjara selama belasan tahun. Baru saja kita melihat persidangan seorang polisi Brigadir Polisi Rudy Soik, penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Nusa Tenggara Timur, yang mengadukan atasannya, Kombes Pol Mochammad Slamet, ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Ombudsman atas dugaan terlibat dalam kasus trafficking atau perdagangan manusia justru ditahan oleh Polri dan dituntut penjara 6 bulan di Pengadilan Kupan, hari kamis lalu (29 Januari 2015).Disamping itu, para Perwira Tinggi Polisi tidak hadir tanpa alasan walau sdh beberapa kali dipanggil oleh KPK sebagai saksi dan bahkan berkembang info bahwa ada perintah untuk tidak datang memenuhi panggilan KPK. Polisi merasa berada diatas hukum dan tak perlu tunduk oada aturan hukum ? Atau ada kepentingan lain didalam tubuh Polri yg ingin dilindungi ? Ada apa dengan Polri dan apakah memang tak ingin berubah dan membersihkan diri dan apakah tak ingin sungguh-sungguh berperan menjadi penegak hukum di negeri ini ??


Sungguh rakyat sudah letih dan berharap segera melihat hadirnya Polri yang bersih. Polri yang kuat dan melindungi keamanan rakyat. Polri yang tegas dan adil dalam menegakkan hukum untuk seluruh warga negara (bukan hanya untuk orang miskin/kecil). Dan bukan Polri yang tidak koruptif dan dipimpin oleh orang-orang yang bersih dan berkomitmen memberantas korupsi, bukan orang-orang yang rekeningnya gendut entah dari mana asalnya itu.


Sementara membiarkan proses kemelut Polri dan KPK ini nantinya diselesaikan (dan kita belum tahu persis akan seperti apa), sangat menarik mencermati pernyataan-pernyataan beberapa tokoh yang bertemu Presiden akhir-akhir ini. Prabowo justru menyatakan mendukung Pemerintah (Presiden) dalam memperkuat institusi Polri dan KPK yang memang sama-sama diperlukan. Dia juga berpendapat dan yakin apapun keputusan Presiden menyangkut Kapolri adalah merupakan tugas dan hak Eksekutif dan akan menghormati Keputusan Presiden. Prabowo yakin Presiden akan memilih yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.Habibie mengatakan kini jaman sudah berubah. Presiden sekarang tidak sama kedudukannya dengan Presiden dijaman Orba, Orde Baru hingga Megawati. Sejak jaman SBY, Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan oleh karenanya harus mendengar dan memihak pada kepentingan rakyat (bukan kepentingan partai).


Presiden sudah menunjukkan bahwa dia bekerja keras memastikan negeri ini segera keluar dari kemelut intitusi pengak hukum ini. Mari menunggu dan memberi kesempatan Presiden untuk memutuskan yang terbaik untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.


Salam Indonesia Raya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline