Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Sakae Oba: Kisah Perwira Muda dan Samurai Terakhir Jepang di Saipan dalam Perang Pasifik

Diperbarui: 19 Desember 2024   15:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sakae Oba sekitar tahun 1937  (Sumber: Wikipedia)

Kemerdekaan Indonesia yang berhasil diproklamasikan pada 17 Agustus 1945 berkaitan erat dengan kekalahan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Meski demikian, banyak kisah heroik yang tersembunyi di dalam episode perang antara Jepang versus Sekutu yang dikomandoi oleh Amerika Serikat.

Di antara epik kepahlawanan yang tersembunyi itu adalah kisah sekelompok kecil pasukan Jepang yang mempertahankan Pulau Saipan agar tidak dikuasai penuh oleh tentara Sekutu. Kisah gerilya yang mirip dengan gerilya TNI di Indonesia yang dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman dan Letnan Kolonel Suharto di era revolusi fisik di Indonesia. Perwira muda Jepang yang memimpin gerilya mempertahankan Pulau Saipan tersebut adalah Kapten Sakae Oba.

Perwira Muda, Mantan Guru Geografi

Sakae Oba berasal dari daerah Gamagori, Aichi. Sebelum bergabung dengan Angkatan Darat Jepang pada tahun 1934, ia berprofesi sebagai guru tepatnya Guru Geografi. Sepuluh tahun berselang sejak ditempatkan di Tiongkok, perwira muda ini dipindahkan ke Saipan bergabung dengan Resimen-18. Saat ditugaskan sebagai komandan bantuan medis, usia Oba baru menginjak 29 tahun.

Nahas, dalam perjalanan ke Pulau Saipan, kapal unit satuannya, Sakito Maru ditorpedo oleh kapal selam Amerika. Serangan ini menewaskan 2.358 serdadu Jepang, namun Oba berhasil selamat.

Setelah mendarat di Saipan, Kapten Oba menata ulang kesatuan bantuan medisnya, termasuk para insinyur dan awak medis yang selamat saat serangan torpedo pasukan Amerika.

Invasi besar pasukan Amerika digelar ke Pulau Saipan sejak 15 Juni 1944. Namun sebelum mendarat pasukan Sekutu ini telah menimbulkan kehancuran dan penderitaan bagi pasukan Jepang termasuk kompi Kapten Oba. Invasi dari laut ini bahkan sempat menjatuhkan moral pasukan Jepang. Mereka lantas memutuskan mundur ke pedalaman dan gunung serta hutan yang terjal di belantara Pulau Saipan. Pada awal Juli 1944, dari total 30.000 pasukan Jepang di Pulau Saipan menyisakan lebih dari 4.000 pasukan terakhir. Mereka lantas berkumpul dan bersumpah akan menggelar serangan bunuh diri besar-besaran terhadap kedudukan pasukan Amerika.

Serangan Bunuh Diri Terbesar terhadap Tentara Sekutu

Di antara aksi yang paling menakutkan bagi tentara Sekutu adalah serangan bunuh diri tentara Jepang terhadap mereka. Tentara Jepang memang dilatih keterampilan khusus melakukan aksi bunuh diri seperti meledakkan diri dengan berlari ke bawah tank musuh dengan membawa granat. Begitupun aksi pilot bunuh diri yang disebut pilot Kamikaze. Pilot-pilot yang rata-rata berusia muda atau remaja ini akan menabrakkan pesawat mereka ke kapal-kapal perang musuh.

Adapun aksi bunuh diri (banzai) terbesar dalam sejarah perlawanan Jepang terjadi di Pulau Saipan. Serangan banzai terbesar itu terjadi pada 7 Juli 1944 terhadap pasukan divisi infanteri ke-27 Angkatan Darat AS. Akibat aksi bunuh diri pada pukul 04.45 pagi itu, sekitar 4.000 tentara Jepang tewas, sedangkan korban tewas dan luka-luka di pihak AS hampir 1.000 personil. Aksi bunuh diri berikutnya lebih ngeri lagi, saat ratusan warga sipil Jepang melompat dari tebing di bagian utara Pulau Saipan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline