Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Kontroversi Alat Kontrasepsi untuk Siswa dan Remaja: Mempertanyakan Jalan Tengah

Diperbarui: 7 Agustus 2024   10:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi alat kontrasepsi (Kompas.com)

Pekan pertama bulan Agustus sebagian publik tanah air, khususnya netizen teralihkan perhatiannya dengan pemberitaan di beberapa platform media digital. Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Hal yang surprise dalam PP No. 28/2024 adalah regulasi pada Pasal 103 ayat 4 yang mengatur bahwa pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri atas deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.

Kritik Legislatif dan Pakar Hukum Islam

Di antara yang mengkritisi PP No. 28/2024 yang salah satu pasalnya mengatur tentang penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa dan remaja adalah wakil rakyat di Senayan. Anggota Komisi VIII, Luqman Hakim mengaku khawatir jika aturan ini menjadi pintu masuk persepsi "pelegalan" aktivitas seks bebas atau seks di luar nikah. Menurut legislator asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini, aturan kesehatan reproduksi remaja harus dipastikan tidak menjadi pintu seks bebas di kalangan remaja.

Tanggapan senada dilayangkan oleh Wakil Ketua Komisi X, Abdul Fikri Faqih. Legislator asal Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar sebagaimana diatur dalam PP No. 28/2024 tidak selaras dengan amanat pendidikan nasional yang berdasarkan pada budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Ia bahkan mempertanyakan bagaimana logikanya? Memberikan edukasi tentang resiko perilaku seks bebas kepada remaja tetapi menyediakan alatnya. Putra K.H. Abdullah Faqih ini lalu kembali menekankan semangat dan amanat pendidikan nasional yang menjunjung tinggi budi pekerti luhur yang dilandasi oleh norma-norma agama.

Sekadar mengingatkan kita bahwa dalam Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ditetapkan bahwa pendidikan nasional Indonesia didasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Selanjutnya diatur juga bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan, membentuk karakter, dan menciptakan peradaban bangsa yang bermartabat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Akademisi tidak luput mengkritik PP No.28/2024, di antaranya adalah Wakil Rektor Bidang Akademik UIN Jakarta, Ahmad Tholabi Kharlie. Guru Besar Ilmu Hukum Islam ini menyebut bahwa PP No. 28/2024 ini dapat menimbulkan pemahaman yang salah. Di antara alasannya karena bisa muncul tafsir beragam di tengah publik yang cenderung berkonotasi negatif kepada anak sekolah dan remaja. Ia lalu menegaskan bahwa meskipun alat kontrasepsi secara medis merupakan instrumen yang dibutuhkan dan pendidikan seks bagi anak sekolah dan remaja juga penting, tetapi penyediaan alat kontrasepsi bagi mereka merupakan bagian yang tidak pada tempatnya. Demikian dikutip dari Kompas tv (6/8/2024).

Bagaimana Respon Pemerintah?

Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jenderal (Purn.) Moeldoko sejak awal sudah memberikan pandangan bahwa pasti akan terjadi pro dan kontra, satu pandangan dari sisi kesehatan sedangkan satu pandangan lain dari sisi etik dan agama. Tetapi menurutnya, pasti ada jalan tengah. Demikian ia sampaikan di depan awak media di Istana Kepresidenan Jakarta (6/8/2024).

Lalu bagaimana penjelasan Menteri Kesehatan (Menkes) yang bertanggung jawab melaksanakan regulasi tentang kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi? Menkes Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa penyediaan alat kontrasepsi bukan untuk pelajar, melainkan untuk remaja yang sudah menikah. Menurutnya, di beberapa daerah masih banyak anak yang masih usia sekolah tetapi sudah menikah. Mereka inilah yang menjadi target penyediaan alat kontrasepsi.

Menkes Budi Gunadi juga menghubungkan permasalahan stunting dengan pernikahan anak usia dini. Jadi penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja yang sudah menikah tetapi masih berusia di bawah 20 tahun juga untuk mencegah stunting. Hal ini dijelaskan oleh Budi Gunadi kepada wartawan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan (6/8/2024).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline