Apakah kita masih ingat bahwa sidang pengadilah tertinggi Mahkamah Internasional pada 26 Januari 2024 telah memutuskan agar Israel menghentikan genosida (pemusnahan massal) terhadap warga Palestina di Gaza? Bahkan selain genosida, sejumlah organisasi hak asasi kemanusiaan seperti Human Right Watch dan Amnesty International menuduh Israel menerapkan politik Apartheid di Gaza.
Lalu Israel bukannya tunduk pada keputusan Mahkamah Internasional, tetapi beberapa hari pasca pengadilan tertinggi PBB ini mengeluarkan keputusan penghentian genosida justru ribuan orang mulai dari menteri, rabi, tokoh masyarakat dan anggota parlemen Israel justru menggelar konferensi pada Minggu, 28 Januari 2024 di Yerusalem yang menyerukan pengusiran rakyat Palestina keluar dari Gaza.
"Operasi Terbatas" Hanyalah Alasan?
Kini ancaman Genosida yang pernah diungkapkan oleh Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan tersebar di dunia maya terutama whatsapp semakin terbukti setelah baru-baru ini (26/5/2024) mereka menjatuhkan bom di Rafah (perbatasan Mesir dan Palestina) yang telah mereka invasi sejak 6 Mei 2024. Klaim Israel bahwa invasi ke Rafah adalah operasi terbatas untuk melumpuhkan kekuatan terakhir Hamas terbukti hanyalah alasan pasca serangan brutal terhadap Rafah, apalagi sejak awal invasi di Rafah justru sebagian besar korban adalah perempuan dan anak-anak.
Menyoal Bom Buatan AS yang Dijatuhkan Israel di Rafah: "War is Binis"?
Di tulisan sebelumnya kami pernah mengungkap "pembelaan" AS terhadap Rafah, di antaranya ancaman mereka menghentikan bantuan senjata jika Israel melanjutkan invasi ke Rafah. Ternyata fakta terbaru, berdasarkan hasil analisis CNN terhadap video dari lokasi kejadian dan tinjauan para ahli senjata peledak, Israel justru menjatuhkan bom buatan AS dari langit Rafah pada Minggu, 26 Mei 2024. Bom yang diklaim "tidak sengaja" oleh tentara Israel Defence Forces (IDF) itu menewaskan 45 warga sipil di kamp pengungsian di Rafah bagian Selatan.
Jika analisis CNN dan tinjauan ahli ini benar lalu dihubungkan dengan ancaman Presiden Joe Biden dalam wawancara dengan CNN di awal Mei bahwa ia akan menghentikan bantuan senjata, maka penulis menjadi teringat dengan salah satu artikel dalam edisi Majalah Angkasa. Artikel yang terbit di majalah Angkatan Udara itu mengungkap adanya bisnis senjata dalam Perang Dunia II (1939-1945). Sebab jika Presiden Biden telah menghentikan bantuan senjata lalu mengapa masih ada senjata buatan AS yang dipergunakan Israel? Tetapi apakah hal itu membuktikan bahwa ada bisnis di belakang perang ini? Tentu hal ini harus ditelusuri lebih lanjut karena bisa saja senjata bom jenis GBU-39 yang digunakan Israel adalah stok lama sebelum Presiden Biden mengancam menghentikan pasokan senjata ke negara Zionis tersebut.
Menyoal Bantuan Keuangan AS ke Israel
Apapun spekulasi terkait motif penggunaan senjata buatan AS, salah satu video Kompas.com (31/5/2024) mengutip data resmi media Turkiye Anadolu menyimpulkan bahwa AS memberikan bantuan keuangan 27 kali lebih banyak ke Israel dibanding ke Palestina. Bahkan Anadolu menurunkan laporan pada Kamis (30/5/2024) bahwa Israel adalah penerima bantuan AS terbesar. Anadolu juga mengungkap data terkait jumlah uang pembayaran pajak AS yang disumbangkan ke Israel. Jumlahnya mencapai angka 297miliar dolar AS atau 4.814 triliun rupiah. Dana sebesar itu disumbangkan ke Israel antara 1946 hingga 2023 sebagai bantuan ekonomi dan militer. Artinya, AS ikut memperkuat Israel dalam perangnya di Palestina selama lebih dari tujuh dasawarsa atau 77 tahun. Lalu bagaimana besaran bantuan AS ke Palestina? Data dari Congressional Research Service (CRS) kongres menunjukkan bahwa AS telah memberikan bantuan 5 miliar dolar AS atau 81 triliun rupiah sebagai bantuan bilateral terhadap Palestina sejak 1994.
Lalu bagaimana sikap AS setelah Israel menjatuhkan bom yang menghantam kamp pengungisn di Rafah? Mereka masih menunjukkan sikap sebagai pembela Israel sambil mempertahankan citra sebagai negara pembela hak asasi manusia. Dilansir dari video Kompas.com (28/5/2024), Presiden Joo Biden menyatakan bahwa Israel berhak menyerang Hamas, tetapi sekaligus mengingatkan agar Israel mengambil setiap tindakan pencegahan untuk melindungi warga sipil.