Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Peluang Pilpres 2024: Menyoal Beban Sejarah Pasangan Anies-Muhaimin

Diperbarui: 27 Desember 2023   14:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar saat hadir di ROSI (sumber: video Kompas.com)

Awal saya tertarik menulis topik ini adalah saat sedang ramai di media sosial respon atas candaan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf. Ulama yang akrab disapa Gus Yahya itu pernah melontarkan candaan bahwa Muhaimin tidak akan terpilih. Awalnya, Gus Yahya menyinggung bahwa Muhaimin baru pertama kali hadir dalam acara haul Kyai Haji Muhammad Al-Munawir di Sewon, Bantul, Yogyakarta pada Sabtu, 23 Desember 2023. Gus Yahya kemudian melepas candaan agar Muhaimin tetap datang nanti, walaupun mungkin tidak terpilih.

Gus Yahya sendiri memang sempat mengalami keretakan hubungan dengan Muhaimin karena ia tidak mau terlibat dalam sikap politik PKB. Ia bahkan meminta PKB tidak membawa nama NU dalam setiap manuver politiknya. Ia berpendapat bahwa tidak ada satu partai politik pun yang boleh mengatasnamakan NU termasuk PKB. Sejak awal penetapan Muhaimin sebagai Cawapres Anies Baswedan, Gus Yahya telah menolak jika NU digiring ke dalam arus politik PKB. Hal ini ditegaskan oleh Gus Yahya menanggapi pernyataan Sekjend PKB, Hasanuddin Wahid bahwa mereka menerima pinangan Nasdem untuk mendampingi Anies Baswedan setelah mendapat restu dari Kyai NU. Bahkan menurut Hasanuddin, Kyai NU mendukung penuh dan memberikan dorongan yang terbaik untuk PKB. Ia juga menyebut bahwa para Kyai telah meminta Muhaimin untuk menjadi pasangan Anies Baswedan.

Cawapres Muhaimin bersama Kyai Muhammad Aqil Siradj dan Kyai Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) di acara haul (sumber: video Kompas.com)

Relawan dan Simpatisan Akan Bekerja Keras

Meskipun terkesan candaan, tetapi Tim Sukses (Timses) Anies-Muhaimin (AMIN) merasa perlu untuk merespon. Diwakili oleh Ketua Timses, Muhammad Syauqi Alaydrus, mereka mengaku tidak pusing. Biarkanlah Gus Yahya yang berpikiran begitu, toh masyarakat yang akan memilih. Ia juga menyatakan bahwa candaan ini harus ditanggapi positif oleh relawan AMIN dan simpatisannya untuk bekerja keras. Muhaimin atau Cak Imin sendiri menanggapi bahwa candaan seperti itu hal yang biasa di kalangan kyai-kyai NU.

Capres Anies Baswedan juga merespon santai dan mengaku tidak mau berpolemik menanggapi candaan Gus Yahya. Ia menyatakan bahwa siapapun berhak untuk berkomentar dan memberikan prediksi termasuk para pengamat. Ia juga menegaskan bahwa berdasarkan perjalanannya keliling ke berbagai daerah, ia semakin yakin bahwa semakin banyak pandangan yang mendukung perubahan yang ia gelorakan.

Hemat penulis, apa yang dikatakan oleh Syauqi Alaydrus bahwa candaan itu harus direspon positif oleh relawan dan simpatisan AMIN untuk bekerja keras adalah suatu keniscayaan. Hal ini disebabkan karena di kalangan NU ada kultur kepatuhan terhadap ulama yang sangat tinggi. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam sejarah wakil presiden di Indonesia ada beberapa ulama NU yang pernah terpilih, seperti K.H. Hasyim Muzadi, K.H. Hamzah Haz hingga K.H. Ma'ruf Amin. Tidak dapat disangkal juga bahwa kemenangan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 juga sangat ditentukan oleh kultur NU ini. Satu lagi jejak sejarah emas NU harus diingat adalah saat ia berbentuk partai politik dan memenangkan Pemilu 1955 sebagai pemenang kedua setelah Partai Nasional Indonesia (PNI).

Besarnya pengaruh dukungan NU juga sudah disinggung oleh Ketua Persatuan Alumni (PA) 212, Novel Bakmukmin. Ia menyebut jika Anies-Muhaimin tidak didukung NU, maka mereka berharap dukungan siapa? Ia bahkan mengkhawatirkan jika Muhaimin atau Cak Imin hanya membawa gerbong kosong. Ia lalu menyinggung bagaimana Kyai Ma'ruf Amin didukung penuh oleh NU sehingga dapat memenangkan Pilpres 2019. Meski demikian, Ketua PA 212 ini belum menutup kemungkinan mereka akan mendukung Anies-Muhaimin bergantung dari fakta integritas dan perkembangan politik ke depannya.

Beban Sejarah Jadi Batu Sandungan

Beban sejarah yang dimaksudkan tidak lain adalah Muhaimin dianggap terlibat dalam perpecahan di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan oleh ulama dan mantan Ketua PBNU, K. H. Abdurrahman Wahid yang tidak lain pamannya dan Muhaimin sendiri menyebutnya sebagai guru. Itulah sebabnya Yenni Wahid menyatakan tentang Muhaimin bahwa gurunya saja dikudeta, apalagi rakyat. Hal ini disampaikan oleh putri Gus Dur dalam acara ROSI Kompas TV (02/09/2023).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline