Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Kronologi Peran PBB dan AS dalam Memediasi Penyelesaian Konflik di Palestina

Diperbarui: 27 November 2023   13:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi bendera palestina dan israel di layar smartphone dengan latar logo PBB (Kompas.com)

Saat ini sudah memasuki pekan kedelapan konflik bersenjata Israel vs Hamas sejak Operasi Badai Al-Aqsha oleh Hamas pada 7 Oktober 2023. Korban meninggal akibat agresi Israel ke Jalur Gaza sudah melebihi angka 13.000. Warga yang mengungsi meninggalkan Gaza juga sudah lebih dari 100.000. Warga dunia yang geram karena tak mampu menghentikan tragedi kemanusiaan di Palestina, tak sedikit yang mempertanyakan di manakah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)? Bukankah seharusnya mereka yang diberi kepercayaan mengawal perdamaian dunia, mampu menggerakkan tangannya untuk menyudahi tragedi terbesar dunia di abad ini?

Perkembangan terbaru saat ini di Gaza telah diadakan gencatan senjata jangka pendek antara Israel-Hamas pada Jumat, 24 Nopember 2023. Meski demikian, Israel meminta gencatan senjata kepada pihak Hamas bukan karena resolusi PBB atau ketundukan Israel kepada hasil voting Majelis Umum PBB yang poin pentingnya mendesak kedua pihak untuk gencatan senjata. 

Lalu apakah gencatan senjata yang diminta Israel itu karena pengaruh tekanan Presiden AS Joe Biden yang menekankan gencatan senjata sementara untuk jeda kemanusiaan? Mungkin hanya Benjamin Netanyahu yang tahu pasti jawabannya, tetapi informasi yang beredar Israel berinisiatif meminta gencatan senjata karena  mereka sangat kewalahan menghadapi perlawanan bersenjata Hamas. Bahkan diberitakan bahwa 1.600 tentara IDF telah mengalami cacat dan banyak yang stres dalam perang melawan militan Hamas di Gaza. Kabar ini mengutip radio tentara Israel dari Asosiasi Veteran Penyandang Cacat Israel. Beberapa di antara mereka bahkan telah dipindahkan ke Amerika Serikat untuk menangani penanganan medis dan psikologis.

Fakta gencatan senjata yang diminta oleh Israel karena kepentingan mereka sendiri bukan karena tekanan PBB diperkuat dengan adanya pemberitaan bahwa gencatan senjata justru mereka manfaatkan untuk persiapan perang selanjutnya sebagaimana pernyataan Juru Bicara Militer Israel sendiri, Danial Hagari.

Meski kita kecewa terhadap PBB, tetapi ada baiknya kita meninjau ulang peran PBB dan dunia internasional dalam usahanya menyelesaikan konflik di Palestina untuk mendapatkan gambaran yang lebih utuh tidak spasial. Sama halnya dengan AS yang tidak selamanya selalu menunjukkan dukungan penuh terhadap sekutunya, Israel. Kita juga harus obyektif dan tidak terburu-buru menyimpulkan sikap negara adidaya ini. Kita juga harus mengapresiasi beberapa hal yang telah dilakukan oleh AS yang justru menyudutkan Israel dan di lain pihak menunjukkan pembelaan terhadap Palestina.

Setelah menjernihkan pikiran, marilah kita bersama menarik kesimpulan yang adil terhadap peran PBB dan AS dalam menyelesaikan konflik dan menciptakan perdamaian di Palestina. Beberapa contoh peran PBB dan AS akan kita bahas di artikel kali ini.

Ruang sidang Dewan Keamanan PBB (Kompas.com)

Resolusi Tahun 1967 dan 1973

Konflik Israel-Palestina di Timur Tengah mulai membuat mata dunia terbelalak pada tahun 1948, berlanjut hingga 1967 dan 1973. Saat itu dunia menyaksikan bagaimana potensi ancaman konflik di wilayah ini terhadap kedamaian di Timur Tengah, dengan kata lain konflik Israel-Palestina telah berkembang menjadi konflik regional yang telah membahayakan perdamaian dan keamanan dunia. Sejarah mencatat bahwa pada tahun 1948, 1967 dan 1973 terjadi perang besar yang melibatkan beberapa negara Arab di Timur Tengah melawan pendudukan Israel di Palestina yang lebih dikenal dengan nama Perang Arab-Israel (1948), Perang Enam Hari (1967) dan Perang Yom Kippur (1973).

 Ketika itu PBB mencoba menengahi kedua konflik bersenjata itu, bahkan hingga mengeluarkan resolusi Dewan Keamanan (DK) No. 242 dan 338. Ironisnya, PBB tak mampu menunjukkan taringnya saat kedua pihak yang bersengketa memperlihatkan sikap ketidaktundukan terhadap resolusi yang dikeluarkan oleh lembaga dunia itu. Terlebih lagi resolusi itu telah menunjukkan gejala cacat bawaan sejak lahir setelah diveto oleh Amerika Serikat (AS). Negara adi kuasa ini memveto resolusi dan lebih mendukung Israel, dan PBB hanya bisa terdiam hingga Palestina kembali harus menelan pil pahit kekecewaan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline