Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Politik Etis-Sumpah Pemuda: Pembuktian Literasi Mengubah Nasib Bangsa

Diperbarui: 28 Oktober 2023   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diorama Kongres Pemuda II di Museum Sumpah Pemuda, Jakarta Pusat (kompas.com)

Menjelang peringatan Hari Sumpah Pemuda ke-95 yang tahun ini bertepatan dengan hari Sabtu, 28 Oktober 2023, saya mencoba menemukan referensi untuk ide tulisan. Pilihan saya jatuh pada buku berjudul Api Sejarah yang ditulis oleh sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara (peraih ASEAN Best Executive Award 2003). Api Sejarah sendiri juga kemudian meraih penghargaan IBF Award pada 2010.

Di antara hal yang beliau ulik dalam karya literasinya adalah bagaimana praktik imperialisme dan kolonialisme Belanda di Indonesia mengalami perubahan pada awal abad ke-20. Di antara analisa menariknya bahwa sebab utama perubahan sikap Belanda berhubungan dengan temuan para pakar Belanda yang pernah mengkaji agama dan budaya masyarakat di Indonesia. Di antara mereka adalah Prof. Dr. C. Snouck Hurgronje, Prof. C. van Vollenhove, dan Prof. Dr. H.A.R. Gibb.

Sampul buku nasihat-nasihat Snouck Hurgronje yang diterbitkan oleh Indonesian Netherlands Cooperation in Islamic Studies (dok. pribadi)

Apa kesimpulan dari hasil analisa para pakar tersebut? Melalui hasil literasi para pakar yang didanai oleh pemerintah kolonial Belanda itu, maka pola pikir pribumi Indonesia akan diubah menjadi berbalik berbudaya seperti Barat dan agama pun diperangkan. Di antara target mereka adalah timbulnya perpecahan antaragama di Nusantara Indonesia, sehingga dalam jangka waktu panjang ini akan menjadi "bom waktu" yang menumbuhkan perpecahan antar penganut agama, seperti yang terjadi di Eropa dan India.

Dengan demikian, literasi yang dimotori oleh pemerintah kolonial dan para pakar menjadi rujukan utama yang sangat menentukan arah penjajahan Belanda di Indonesia.

Politik Etis sebagai Pengaruh Literasi

Umum diketahui---sejak kita belajar Sejarah di bangku sekolah---bahwa pelaksanaan Politik Etis didorong oleh kritikan dari beberapa pakar di negeri Belanda sendiri, terutama oleh Van Deventer yang dikenal dengan Trias Van Deventer. Hal ini juga dikemukakan oleh Ahmad Mansyur Suryanegara bahwa perubahan politik penjajahan Belanda juga karena mereka disadarkan dengan adanya kritik yang dilemparkan oleh Mr. Conrad Th. Van Deventer dalam majalah De Gids (1899 M) yang berjudul De Eereschuld-A-Debt of Honor (Utang Kehormatan).

Conrad Theodor van Deventer (wikipedia)

Berdasarkan kritikan Van Deventer dan secara umum dari kalangan liberal di negeri Belanda, maka pemerintah Hindia Belanda merencanakan memberlakukan Etische Politik (Politik Etis, 1901) dengan triloginya: Educatie (Edukasi), Irigatie (Irigasi), dan Emigratie (Emigrasi). Inilah di antara poin penting bagaimana literasi dapat mengubah sejarah bangsa Indonesia setelah pemerintah Belanda mengubah politik penjajahannya karena menerima masukan dari Van Denventer yang ditulisnya dalam majalah De Gids sebagaimana disebutkan di atas.

Meskipun dalam pelaksanaannya, Politik Etis tidak dapat dilepaskan dari upaya untuk mempertahankan penjajahan Belanda dan bertujuan memecah belah persatuan---sebagaimana menurut Ahmad Mansyur Suryanegara---tetapi kita harus mengakui bahwa Politik Etis telah menjadi jalan utama lahirnya kaum terpelajar yang kelak menjadi perintis Pergerakan Nasional.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline