Lihat ke Halaman Asli

Agussalim Ibnu Hamzah

Historia Magistra Vitae

Pinisi Nusantara: Sebuah Pelayaran Maut ke Benua Amerika

Diperbarui: 19 Juli 2024   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pinisi Nusantara. Sumber: sampaijauh.com

"Pelayaran Maut" adalah sebutan sejumlah jurnalis Barat bagi misi pelayaran Pinisi Nusantara dari Indonesia ke Benua Amerika. Mereka menyebutnya demikian karena sejak era Revolusi Industri dengan momentum mesin uapnya belum ada pelayaran menempuh jarak 11.000 mil dengan menggunakan kapal kayu.

Pinisi Nusantara direncanakan berlayar mengarungi Samudra Pasifik untuk misi mengikuti Vancouver Expo '86 yang digelar di Kanada. Negara-negara di dunia akan memamerkan teknologi transportasi mereka yang membanggakan, misalnya Amerika dengan Apollo 11 dan Uni Soviet dengan Vostok-1. Apollo 11 adalah pesawat yang mengantarkan Neil Amstrong dan Edwin Aldrin menginjakkan kaki di bulan, sedangkan Vostok-1 membawa Yuri Gagarin menjadi manusia pertama yang mengorbit bumi.

Selain kedua pesawat legendaris tersebut, yang ditunggu-tunggu kehadirannya oleh publik di Kanada adalah Pinisi Nusantara dari Indonesia. Satu-satunya kapal kayu tradisional yang akan menjadi peserta setelah menempuh perjalanan 11.000 mil. Wartawan Canadian Broadcasting Corporation (CBC) Frank Koller merasa perlu datang ke Bitung untuk turut serta dalam ekspedisi Pinisi Nusantara.

Kisah pelayaran Pinisi Nusantara 36 tahun silam ini telah diabadikan oleh harian Fajar, media nasional yang terbit di Makassar. Sebelumnya beberapa jurnalis yang ikut serta dalam misi pelayaran maut itu, seperti Pius Caro, Nina Pane dan Semy Hafid juga telah menuliskan kisahnya. Pius Caro menulis buku Ekspedisi Pinisi Nusantara sedangkan Nina Pane dan Semy Hafid menulis buku "Menyisir Badai". Merekalah saksi sejarah ketangguhan Pinisi Nusantara sekaligus pembuktian jargon nenek moyang bangsa Indonesia adalah pelaut.

Kapten Gita. Sumber: m.jpnn.com

Peneguhan Harga Diri Pelaut Indonesia

Pinisi Nusantara awalnya bertolak dari Kabupaten Bulukumba---tepatnya di Tanah Beru--menuju Ujung Pandang (sekarang Makassar) untuk finishing touch (dilengkapi dengan sejumlah perangkat teknologi mutakhir termasuk motor dan teknologi komunikasi). Dari Makassar kapal menuju Jakarta untuk selanjutnya bertolak ke Bitung. Di sanalah Pinisi Nusantara akan memulai menjelajahi samudra menuju benua Amerika.

Rencana awalnya Pinisi Nusantara akan dinakhodai oleh pelaut Prancis, tetapi informasi ini diketahui oleh Sueb Ardjakusuma, veteran perwira Angkatan Udara Republik Indonesia. Ia kemudian menanyakan ke putranya, Kapten Laut Gita Ardjakusuma: Apakah tidak ada pelaut kita yang bisa menakhodai Pinisi Nusantara? Singkat cerita Kapten Gita mengajukan diri menjadi nakhoda melalui Laksamana Sudomo yang tak ragu lagi dengan kepiawaian Kapten Gita di laut.

Saat menakhodai Pinisi Nusantara, Kapten Gita berusia 42 tahun. Bersamanya ada 11 awak yang siap mengawal Pinisi Nusantara hingga ke pelabuhan tujuan. Mereka telah dibaluri mantra manggaru': "Takunjunga bangunturu, nakugunciri gulingku, kualleangi tallanga natoalia, le'ba' kusoronna biseangku, kucampa'na sombalakku, tamammelokka punna teai labuang... (Tidak begitu saja aku ikut angin buritan, dan aku putar kemudiku, lebih baik aku pilih tenggelam daripada balik haluan, ketika perahuku kudorong, ketika layarku kukembangkan, aku tak akan menggulungnya jika bukan pelabuhan...)

Di pengujung Juli 1986, Pinisi Nusantara bersandar di Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Kapal kayu itu bersiap mengarungi Samudera Pasifik menuju Honolulu untuk selanjutnya ke Kanada mengikuti Voncouver Expo yang rencananya digelar hingga 12 Oktober 1986. Jarak Bitung-Honolulu mencapai 6050 nautical mile. Betul-betul sebuah pelayaran maut bagi sebuah kapal yang terbuat dari kayu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline