Sepekan lagi, bangsa ini akan memperingati Proklamasi Kemerdekaannya yang ke-77. Jika diibaratkan seorang manusia, usia bangsa ini sesungguhnya tak muda lagi. Di usia seperti ini seorang manusia seyogyanya membuka kembali beberapa lembaran masa lampau agar tidak mengulangi kesalahan di masa depan.
Di usia seperti ini, seorang manusia yang sudah sangat dewasa tidak perlu lagi diajari tentang kebijaksanaan, cukup diperingatkan karena fitrah manusia sebagai makhluk yang masih bisa lupa.
Jika kita napak tilas sejarah bangsa ini, ada beberapa episode sejarah yang membuat kita bangga, terutama di masa kerajaan-kerajaan besar seperti Sriwijaya dan Majapahit.
Sriwijaya di masa kejayaannya merupakan kerajaan maritim terbesar sekaligus pusat penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Pendeta dari China pun merasa perlu datang ke pusat kerajaan ini untuk mempelajari agama Buddha.
Begitupun Majapahit, kerajaan yang berhasil mempersatukan Nusantara. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan kemerdekaanya pada 17 Agustus 1945 bahkan bisa disebut sebagai warisan Majapahit.
Lalu apa di antara ikhtiar bangsa ini agar tetap eksis sebagai bangsa yang besar---tidak hanya mengagumi kebesaran pendahulunya di masa lampau? Mungkin kita perlu membaca ulang fragmen sejarah dari bangsa yang pernah mengalami kehancuran dalam salah satu episode sejarah mereka.
Bangsa yang coba kita selami salah satu episode sejarah kehancurannya adalah Irak. Hingga kini pun bangsa ini masih berusaha untuk bangkit dari puing-puing kehancurannya sejak era Saddam Hussein berakhir.
Tetapi episode yang dimaksud di sini adalah saat negeri ini diluluhlantakkan oleh bangsa Tartar atau Mongol yang dipimpin oleh Hulagu Khan. Ia diutus oleh Raja Mongol sekaligus saudaranya sendiri bernama Mongke Khan. Hulagu juga merupakan saudara Kubilai Khan, Raja Mongol yang pernah mengirim utusan ke Singosari pada masa Kertanegara.
Hulagu bukan hanya menaklukkan banyak negeri di Asia Barat, tetapi ia juga melakukan penghancuran kota dan pembantaian terhadap penduduknya yang melakukan perlawanan. Di antara kota yang dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 1258 adalah kota berjuluk "Kota 1001 Malam".
Kota yang dikenal sebagai pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan dunia. Kota ini dihancurkan Hulagu pasca kekalahan pasukan muslim pada masa Khalifah Al-Musta'shim yang menolak menyerah pada Hulagu. Al-Musta'shim dikenal sebagai khalifah paling lemah dalam sejarah Bani Abbasiyah.