Lihat ke Halaman Asli

Kriteria Presiden untuk Indonesia Hebat

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="524" caption="Ribuan bendera Merah Putih dikibarkan masyarakat di Meulaboh, Senin (1/4/2013). Admin/ Kompas.com (M.Hilmi Faiq)"][/caption]

Tidak bisa disangkal bahwa era teknologi informasi telah berkontribusi meningkatkan kesadaran berpolitik warga negara dan menciptakan “pengamat-pengamat politik” via obrolan di teras rumah, sudut apartemen, bandara, lobi hotel, café, restoran, kantin, warteg, smoking room, taman, dan lainnya. Ketika sebagian besar orang memegang gadget selama 24 jam, maka informasi pileg dan pilpres secara langsung dan bebas, memenuhi pikiran penikmat media on-line. Bekal informasi ini menjadi dasar obrolan-obrolan serius, berantem, cengengesan, sampai cekikikan yang mewarnai celoteh beragam komunitas. Tulisan kriteria presiden ini berupaya merangkum diskusi-diskusi yang berkembang di masyarakat.

Punya pengalaman memimpin suatu wilayah

Kedudukan presiden yang memimpin wilayah secara nasional, idealnya pernah menduduki posisi memimpin wilayah sub nasional seperti provinsi atau kota atau kabupaten. Alasannya sederhana, posisi presiden berhubungan dengan kebijakan-kebijakan yang cenderung di awang-awang, sehingga perlu punya pengalaman dalam pelaksanaan dan operasional yang membumi. Dengan pengalaman melaksanakan program pembangunan secara nyata di level kabupaten atau kota atau provinsi, maka ketika menjadi presiden diharapkan akan menyusun kebijakan yang dapat dilaksanakan dan bermanfaat untuk kepentingan masyarakat.

Bayangkan seandainya memiliki presiden yang tidak pernah menjalankan program pembangunan secara nyata, maka tidak akan mampu memposisikan diri dalam koridor pembangunan nasional. Akibatnya kebijakan-kebijakan yang diambil terasa mengambang dan tidak berpijak pada realitas, akhirnya hanya menciptakan kebijakan yang tidak bisa dilaksanakan dan tidak membawa manfaat. Seandainya menggantungkan diri pada kapasitas kabinet, maka diharapkan kabinet yang mendukung kerja presiden harus professional, tidak sekedar berbagi posisi menteri karena koalisi.

Tidak korupsi

Seorang presiden semestinya pribadi yang sudah selesai dengan dirinya. Maksudnya antara lain seorang presiden tidak lagi berurusan dengan mencari pekerjaan atau berbinis untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Penjelasannya ia telah memiliki cukup materi untuk menghidupi keluarga yang baik, istri dan anak-anak yang terhormat serta tidak mengagungkan hedonisme. Keluarga yang tidak merongrong dan menyudutkan untuk berbuat berlebihan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dengan keluarga harmonis yang selalu mendukung, maka diharapkan presiden dapat mengabdi penuh untuk kemajuan bangsa dan kesejahteraan rakyat.

Tidak ada masyarakat suatu negara yang rela bumi dan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai dan digunakan secara serakah untuk kepentingan keluarga atau kelompok saja. Mobilisasi kekayaan negara untuk kemegahan duniawi dan melanggengkan kekuasaan. Kalau presiden jauh dari hidup sederhana dan takut kehilangan kekuasaan, maka jangan harap rakyat diutamakan untuk mengenyam hidup yang sejahtera.

Mencintai rakyat

Darimana tahu seorang capres mencintai rakyat kalau tidak punya rekam jejak telah menciptakan dan melaksanakan program-program pembangunan yang mengutamakan kepentingan rakyat? Mencintai rakyat semestinya dinilai berdasarkan evidences, bukti-bukti. Kalau sekedar diucapkan secara retorika dalam kampanye, maaf saja.

Tidak mudah menciptakan program yang berpihak pada rakyat. Halangan kadang datang dari rakyat yang justru dibela. Contohnya? Menggusur rakyat yang menghuni di badan waduk untuk mencegah banjir dan menyelamatkan jiwa rakyat itu sendiri, akan ditentang oleh rakyat kalau tanpa solusi ganti tempat tinggal. Mencintai rakyat namanya ketika menggusur mereka namun juga menyediakan tempat tinggal yang layak. Tidak banyak pemimpin yang mau dipusingkan dengan dampak kebijakan yang dijalankan, yang biasanya memakan waktu lama, butuh proses saling memahami, dan mahal secara anggaran.

Memiliki karya nyata

Sekian lama pernah menjabat di parlemen atau eksekutif tidak bisa dianggap berkarya apabila sekedar hadir dan larut dalam pekerjaan sehari-hari. Adakah karya nyata yang dihasilkan? Kebijakan yang telah disusun? Program pembangunan yang pernah dijalankan? Sistem atau mekanisme yang berhasil dikembangkan? Kalau satu pun tidak bisa dijawab, apakah layak maju sebagai capres?

Cerdas bekerjasama

Kadang-kadang ketika seseorang menjabat, ia hanya menikmati jabatan tersebut. Rutinitas menerima laporan bawahan, menerima tamu, undangan rapat, menjawab surat, mengadakan rapat, menandatangani usulan anggaran instansi, dan lainnya, mencegah berpikir untuk mencari terobosan-terobosan atas permasalan bangsa yang menumpuk. Makanya sudah berganti gubernur atau menteri sekian kali, namun permasalahan yang sama tetap muncul. Banjir kiriman belum teratasi, TKW dianiaya di luar negeri masih terjadi, angka kematian ibu melahirkan belum berkurang, impor daging sapi makin menjadi, dan lainnya. Pemanfaatan lembaga-lembaga yang ada dan networking yang tercipta penting dijadikan kerangka bekerjasama untuk pencapaian suatu tujuan. Figur yang mudah cair dan dengan pemikiran terbuka diperlukan untuk fleksibel bekerjasama menyelesaikan permasalahan yang ada.

Sulit dibayangkan seandainya terpilih presiden yang tidak mau menerima masukan dari kabinetnya, susah bekerjasama dengan para pihak terkait, dan menutup diri dari potensi-potensi kerjasama nasional dan internasional.

Diakui secara internasional

Susah rasanya membayangkan Indonesia menutup diri dari pergaulan internasional. Bagaimanapun kerjasama dengan negara lain maupun lembaga internasional diperlukan untuk menciptaan dunia yang seimbang dan damai. Presiden Indonesia semestinya diterima secara internasional, bukan ditolak apalagi dimusuhi. Figur yang sejuk dan cinta perdamaian lebih diutamakan, daripada yang cenderung agresif untuk menantang apalagi menyerang.

Indonesia sangat penting secara letak geografi, jumlah penduduk, negara Islam dan demokrasi terbesar, kekuatan ekonomi, dan lainnya. Pengakuan secara internasional, paling tidak capres telah dikenal luas, diberitakan secara positif melalui media internasional, apakah TV, Koran, majalah, jurnal, atau on-line.

Semoga pilpres bulan Juli bisa menjaring presiden dengan kriteria di atas untuk Indonesia yang lebih hebat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline