Pada Senin, 20 Juli 2015, atau 4 Syawal 1436 H alias lebaran hari ke-4, saya bermaksud membeli pulsa listrik di sebuah kios penjual pulsa listrik. Sejak sisa pulsa masih 19 ribuan, alarm pada meteran listrik prabayar “Rukan” sudah berbunyi. Tandanya, mohon diisi ulang sebelum pulsa habis-bis. Sampai di kios itu saya menyerahkan kartu pengisisan pulsa listrik. Tapi berita yang terima dari si penjual pulsa adalah nomor rekening kepelangganan saya ditutup (blokir).
Baiklah. Barangkali pulsa di “Rukan” benar-benar sudah habis karena angka terakhirnya 9 ribuan dan belum saya sempat saya isi. Saya segera berangkat ke “Rukan”, memeriksa, apakah pulsa memang sudah 0 (nol). Saya khawatir, pemblokiran terjadi lantaran pulsa habis-bis. Begitu sampai saya langsung menuju meteran listrik. Ternyata masih berangka 5 ribuan.
Di Kantor Cabang PLN
Kemudian saya bergegas ke kantor cabang PLN terdekat (wilayah “Rukan”) yang berjarak sekitar 2 km dari “Rukan”. Tapi, 20 Juli masih masa libur bersama sampai 21 Juli dalam rangka Idul Fitri 1 Syawal 1436 H seperti yang tertera pada kalender. Apakah kantor cabang PLN buka? Saya nekat saja mendatanginya. Judi, spekulasi. Kalau tutup, ya, saya maklum saja.
Sesampai di kantor cabang PLN itu saya melihat tulisan “TUTUP” pada pintu masuk utama. Kebetulan seorang satpam (security) keluar, dan saya menanyakan perihal “TUTUP” (ini bodohnya saya, sudah tertera “TUTUP” tapi masih bertanya pula!). Satpam tersebut menyarankan saya datang hari Rabu, 22 Juli. Di samping itu ia sempat menanyakan perihal apa keperluan saya. Ya, saya katakan saja perihal pemblokiran itu. Selesai.
Saya kembali ke tempat parkir. Satpam itu kembali ke dalam kantor. Ketika saya menghidupkan kendaraan, satpam itu keluar lagi, dan memanggil saya. Saya diajaknya masuk, barangkali ada yang bisa dibantu, menyangkut hal pemblokiran.
Saya pun masuk. Suasana lebaran terlihat di meja ruang lobby. Kaleng-kaleng kue, botol-botol plastik minuman ringan, dan beberapa bungkus rokok. Pahamlah, meskipun libur bersama, tugas keamanan tetap aktif, dan para petugas mendapat ‘pendampingan khusus’ seperti yang terlihat di meja.
Di situ ada petugas satpam lainnya. Dia meminta kartu berlangganan saya untuk disampaikan kepada bagian yang berwenang. Juga saya menuliskan nama dan alamat meteran listrik saya (“Rukan”). Saya keluarkan, berikan kartu itu, dan menuliskan nama serta alamat saya. Lalu dia bergegas ke ruang sebelah, di sisi gedung utama. Saya pun ngobrol sebentar dengan satpam tadi (satpam pertama) sambil menunggu ‘hasil’ yang akan disampaikan oleh dia (satpam kedua).
Berselang sekitar 5 menit, dia kembali menemui saya. Katanya, nomor berlangganan saya ditutup karena ada empat tagihan yang belum saya bayar sebagai sebuah bukti pendaftaran. Berarti saya memiliki empat utang dong? Dia menanyakan saya, apakah saya pernah menerima pesan singkat (SMS) berupa penagihan itu. Saya teringat pada pesan singkat itu.
Pesan Singkat