Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Wahyono

TERVERIFIKASI

Penganggur

Sebuah Developer yang Tidak Biasa

Diperbarui: 10 November 2019   16:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Perihal sebuah developer pada realitas dunia proyek perumahan, mungkin pengetahuan dan pengalaman saya terhitung minim. Sudah minim, saya juga mudah terheran-heran ("gumunan", kata orang Jawa). Maklum sajalah, saya orang udik (kampungan), bahkan pelosok banget.

Dan seperti biasa, tulisan berdasarkan pengalaman minimalis ini memang sepele. Enteng banget, deh. Malahan, dengan aduhainya saya siap menerima vonis "sok tahu" dari Pembaca.

Sedikit yang Saya Ketahui tentang Developer
Melalui sebuah kontraktor, saya pernah menangani proyek beberapa unit rumah dalam sebuah kawasan perumahan di pesisir Jakarta. Surat Perjanjian Kerja (SPK), Rencana Anggaran Bangunan (RAB; Bill of Quantity/BQ), Jadwal Pekerjaan (Time Schedule), Progress dengan bobot, dll., Struktur Organisasi dengan posisi Manajer Proyek (MP/PM), Manajer Lokasi (Site Manager/SM), Supervisor, dll, gambar kerja (shop drawing), spesifikasi material, rapat (meeting) mingguan, dan lain-lain merupakan istilah yang biasa.

Dalam penawaran, perubahan (revisi) pekerjaan, penambahan pekerjaan (addendum) maupun pelaksanaan pekerjaan, perihal prosedur, koordinasi, atau mekanismenya ditetapkan oleh developer dengan kelengkapan administratifnya. Direktur ataupun komisaris developer tidak memiliki hubungan koordinasi secara langsung dengan para pelaksana dari pihak kontraktor di lokasi (lapangan).

Lain halnya dengan sebuah proyek perumahan "bersubsidi" di sebuah sudut Kota Kupang, NTT. Kebetulan saya menemukan kelainan itu ketika pada 2018 saya terlibat dalam pekerjaan renovasi sebuah rumah tinggal, tetapi sebelumnya saya bisa "berkomunikasi" dengan bos-nya developer.

Meski cuma arsitek mandiri untuk pekerjaan renovasi, dan komplain mewakili pemilik rumah terhadap produk developer, komunikasi itu terjadi tanpa sengaja sekaligus kejanggalan dalam hal komunikasi, apalagi koordinasi pasca-pembangunan. Saya benar-benar tidak habis mengerti.

Kejanggalannya ialah ketiadaan tenaga teknis, perencana, perancang, dan seterusnya hingga pemeliharaan (maintenance). Pekerjaan atau komplain konsumen bisa berhubungan secara langsung dengan bos-nya developer. Entah bagaimana pengelolaan (manajemen) sumber daya manusia (SDM) di developer itu.

Pekerjaan Baru dengan Rekan Baru
Sejak 25/10, melalui sebuah kontraktor, saya kembali menangani sebuah proyek yang sedang berada pada tahap persiapan lahan. Pekerjaan di jauh pinggiran Jakarta itu meliputi pembersihan lahan (land clearing), pangkas dan uruk (cut and fill), pekerjaan tanggul dan fondasi pagar lokasi (site), jalan, saluran, dan sekitarnya.

Pekerjaan di lokasi seluas hampir 13 hektare tersebut dimulai pada awal Mei 2019. Hal ini berarti bahwa kehadiran saya cukup terlambat. Hampir enam bulan, tetapi saya tetap diterima untuk bekerja di sana.

Tentu saja, terlebih dulu (24/10) saya diceritakan oleh bos saya mengenai proyek, jenis pekerjaan, tugas dan tanggung jawab saya, rekan-rekan (tim kerja), dan pihak pemberi pekerjaan sekaligus pemilik proyek (developer). Hari itu juga saya diperkenalkan dengan rekan-rekan di lokasi proyek.

Komunikasi dan koordinasi lingkup internal memang penting, terutama saya sebagai pendatang baru. Selanjutnya adalah penerapan dalam pekerjaan. Ya, biasa saja itu, 'kan?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline