Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Wahyono

TERVERIFIKASI

Penganggur

Politik Harga Diri

Diperbarui: 7 September 2019   17:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: purelifeministries.org

"Di mana harga diri kita kalau diinjak, dihina, dilecehkan begini, hah?!"

Istilah "harga diri" seringkali saya dengar dan baca. Keributan pun bisa berujung pada "harga diri". Pokoknya, kalau sudah sampai pada "harga diri", bisa runyam persoalannya. 

Saya mengerti bahwa setiap orang memiliki harga diri masing-masing. Harga diri itu harga mati. Harga diri itu tidak bisa ditawar atau diganti.

Ketika sekian orang berkumpul menjadi sebuah kelompok, harga diri pun menjadi kolektif. Harga diri kolektif, kira-kira begitu. 

Berkawan dengan sesama anggota kelompok sendiri. Bekerja dengan sesama anggota kelompok sendiri. Berkegiatan atau berdiskusi-berdialog mengenai apa pun dalam kelompok sendiri. Harga diri semakin tinggi.

Ketika berada dalam kelompok sendiri, kecenderungan yang terjadi ialah merasa kelompok sendiri-lah yang paling unggul. Sebaliknya, menduga, mencurigai, bahkan menghakimi kelompok lainnya tidak memiliki keunggulan apa-apa.

Mungkin sebuah fanatisme yang berlebihan (over dosis), termasuk fanatisme terhadap sosok atau tokoh. Sosok "seseorang" yang terlalu dipuja pun berpotensi sebagai peningkat stamina "harga diri" bagi pemujanya. Aduhai nian!

Kelompok itu kemudian mendapat sebuah identitas yang disebut suku, agama, ras/etnis, dan golongan, semisal almamater. Dalam skala negara, jadilah harga diri bangsa-negara. Alangkah!

Karena bukan berlatar pendidikan bidang Sosial-Politik, belum genap sepuluh tahun terakhir saya mengetahui adanya istilah "politik identitas". Istilah ini benar-benar bergema dalam ingatan saya adalah ketika Pilgub DKI 2017.

Dalam Pilpres 2019 lalu saya menyaksikan realita "harga diri" yang dikemas dalam golongan, baik golongan pendukung 01 maupun 02. Saling menjelekkan antarkubu hingga di kalangan akar rumput. Entah "harga diri" yang macam mana lagi yang benar-benar rentan perpecahan itu.

Stabilitas Harga Diri
Seumur-umur, saya seringkali menyaksikan bahwa harga diri menjadi semacam kasta tertinggi, baik secara personal maupun sosial-nasional. Sentimenisme, pertengkaran, perkelahian, bahkan peperangan pun mudah terjadi atas nama harga diri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline