Mungkin hanya terjadi di Indonesia. Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) muncul "surga-neraka". Dan, hanya orang Indonesia yang bisa dengan mudah-murah masuk "surga-neraka" melalui pencoblosan terhadap nomor atau bagian gambar pasangan kontestan di tempat pemungutan suara.
Pada Jumat, 12/10, Novel Bamukmin bicara soal "masuk surga", dalam acara deklarasi "Perempuan Prabowo" di Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Jl HOS Cokroaminoto 93, Jakarta Pusat. Juru bicara Persaudaraan Alumni (PA) 212 berkata, "Bu, mau masuk surga? Pinta sama Allah, pinta sama Rasulullah, pinta sama Prabowo, pinta sama Sandiaga Uno. Betul? Takbir. Insyaallah masuk surga."
Sebelumnya juga, Minggu, 30/9, dengan didampingi oleh ketua FPI Aceh Tgk. Muslim At-Thahiri dan sejumlah peserta lainnya dalam acara deklarasi relawan di Aceh Besar seorang pria berteriak, "Ganti Presiden kali ini di Indonesia wajib hukumnya bukan sunat, karena itu kebutuhan demi agama dan bagian dari jihad fisabilillah, jihad bukan hanya memegang pedang, melalui politik jihad merupakan nomor satu, bagi orang yang yang mau dukung Prabowo dinampakkan tanda-tanda oleh Allah adalah mereka yang diberi petunjuk, apabila tidak memilih Prabowo adalah individu yang sudah buta hatinya, buta matanya, tuli telinganya, sudah tidak bisa lagi menjadi manusia, isi neraka tulen."
Berselang sekitar satu bulan sebelumnya Novel, Senin, 10/9, melalui akun Istagram @farhatabbastv226, Farhat Abbas menulis, "Yang Pilih Pak Jokowi Masuk Surga! Yang Gak Pilih Pak Jokowi dan Yang Menghina, Fitnah, dan Nyinyirin Pak Jokowi! Bakal Masuk Neraka."
Tetapi pada Rabu (12/9), mantan suami Nia Daniati itu buru-buru menulis, "Saya minta maaf dan atas pantun yang membuat sebagian orang gagal paham."
Janji "masuk surga" atau "politisasi surga-neraka" dalam sebuah kampanye bukanlah hal yang baru untuk Pilpres 2019. Pada kampanye Pilpres 2014, gaungnya dari Lapangan Enggal, Bandar Lampung pada acara kampanye nasional pilpres pasangan Jokowi--JK, Selasa, 24/6/2014. Penyuaranya adalah Ketua DPD PDIP Provinsi Lampung Sjachroedin Zainal Pagaralam.
"Yang nanti mau masuk surga nanti tanggal 9 Juli jangan lupa pilih Jokowi-JK ya, kalau tidak milih nanti masuk neraka," ujar Sjachroedi ZP di hadapan massa pendukung Jokowi-JK.
Meski "politisasi surga-neraka" atau "janji surga" sudah dimulai sejak 2014, toh, sekian tahun terakhir sama sekali tidak ada larangan resmi "bersertifikat mengikat" dari lembaga-lembaga agama. Farhat dan Novel adalah bukti-pelaku yang bisa leluasa mengumbar "janji surga" dengan cara mudah-murah, bahkan meriah pula, yaitu hanya dengan mencoblos salah satu pasangan kontestan dalam bilik suara.
Istilah yang kemudian muncul adalah "politisasi agama". Kalau tidak keliru, pasca-Reformasi 1998 "politisasi agama" muncul dalam kampanye Pilpres 2014 yang bertujuan untuk "menjatuhkan" pasangan kontestan lainnya. Hal ini ditandai oleh tabloid Obor Rakyat ke jantung pertahanan iman.
Dilanjutkan pasca-Pilpres 2014. Jumat, 18/7, di Jakarta Convention Center ada ibadah ucapan syukur atas kemenangan pasangan nomor 1 (Prabowo-Hatta), padahal kalah. "Ini dalam dimensi spiritual. Itu yang dibilang iman. Itu doa profetik, artinya kita mengimani dalam roh bahwa keduanya yang menang," kata Eliezer H. Hardjo yang menjadi penasihat acara.
Masih diteruskan dalam acara halalbihalal Prabowo-Hatta di Rumah Polonia, Jakarta, Minggu, 3/8. Politisi Partai Golkar Ali Mochtar Ngabalin berorasi, "Kita mendesak Allah SWT berpihak kepada kebenaran, berpihak kepada Prabowo-Hatta. Setuju?"