Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Wahyono

TERVERIFIKASI

Penganggur

Para Kepala Daerah di NTT Mendukung Nomor 1 atau 2

Diperbarui: 24 September 2018   17:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Pribadi

Masa kampanye resmi selama 203 hari untuk kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 telah dimulai pada Minggu, 23 September 2018. Hal ini ditandai dengan pelepasan balon oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Arief Budiman serta kampanye damai di Lapangan Silang Monas, Jakarta. 13 April 2019 nanti merupakan akhir masa kampanye.

Tentu saja, para kepala daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) pun tidak mau ketinggalan dalam dukung-mendukung kontestan Pilpres 2019, selain partai pendukung secara nasional. Berita ini tertera pada berita utama, 24/9, salah satunya, di harian Pos Kupang dengan judul "Kepala Daerah di NTT Dukung Jokowi".

Jauh-jauh bulan sebelumnya, yakni 24 Februari 2018, di Kelurahan Naimata, Kota Kupang, pada masa kampanyenya Viktor B. Laiskodat (VBL) sudah menyatakan dukungannya. Setelah terpilih sebagai gubernur NTT periode 2018-2023, dan resmi dilantik oleh Presiden Jokowi pada 5 September, VBL mengungkapkan lagi sekaligus menegaskan dukungannya. Tidaklah aneh karena VBL merupakan kader Partai Nasdem, dimana partai besutan Surya Paloh itu merupakan pendukung Jokowi sejak 2014.

Sebagaimana dukungan partai secara nasional, di NTT pasangan nomor 1 didukung oleh 9 partai, yaitu PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP, Hanura, Perindo, PKPI, dan PSI. Pasangan nomor 2 didukung oleh 5 partai, yaitu Gerindra, PAN, PKS, Demokrat, dan Berkarya. Sementara Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda) dan PBB belum menyatakan dukungan ke nomor mana.  

Memang, gubernur NTT sudah menyatakan dukungan pada nomor sekian. Demikian pula dengan wakil gubernur dari Golkar, Josef Nae Soi. Di samping keduanya, 8 kepala daerah juga tersiar turut menyudut di salah satu nomor urut. Mereka adalah Bupati Kupang Ayub Titu Eki (Golkar), Bupati Timor Tengah Selatan (TTS) Paul Mella (Golkar), Bupati Timor Tengah Utara (TTU) Raymundus Fernandes (Nasdem), Bupati Ende Marsel Petu (Golkar), Bupati Flores Timur (Flotim) Antonius H. G. Hadjon (PDIP), Bupati Lembata Eliaser Yentji Sunur (Golkar), Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Markus Dairo Talu (Nasdem), dan Bupati Sumba Timur (Sumtim) Gidion Mbilijora (Golkar).

Tetapi berbeda dengan 4 kepala daerah lainnya, yakni Wali Kota Kupang Jefri Wiru Kore (Demokrat), Bupati Manggarai Deno Kamelus (PAN), Bupati Manggarai Timur Yosep Tote (Demokrat), Bupati Sumba Barat A. Niga Dapawole (Gerindra).

Yang tidak kalah berbedanya adalah dukungan dalam kepemimpinan daerah. Misalnya dukungan bupati SBD berbeda dengan wakilnya, Dara Tanggu Kaha (Gerindra). Misalnya juga, antara bupati Flotim dan wakilnya, A. Payong Boli (Gerindra).

Untuk sementara, kesamaan atau perbedaan dukungan bernomor 1 atau 2 belum mencuat di kabupaten lainnya, misalnya Kab. Ngada, Kab. Belu, Kab. Alor,  Kab. Sikka, Kab. Rote Ndao, Kab. Manggarai Barat, Kab. Nagekeo, Kab. Sumba Tengah, Kab. Sabu Raijua, dan Kab. Malaka. Barangkali karena masih hari-hari awal masa kampanye, atau sebab lainnya.

Soal dukung-mendukung yang dilakukan oleh sebagian kepala daerah di NTT, memang, bukanlah hal yang aneh, ganjil ataupun genap. Paling mudah menduga penyebab utamanya adalah faktor kesamaan partai pengusung, baik pengusung ketika hendak menjadi kepala daerah maupun pengusung pasangan bernomor berapa.

Akan tetapi, baik secara logika, etika, ataupun lainnya, perihal dukungan tidaklah bisa dijaminkan siapa kepada siapa lainnya. Perubahan arah dukungan, tentu saja, selalu terbuka kesempatannya diiringi konsekuensi logisnya. Satu contoh belum lama ini adalah mantan gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Tuan Guru Bajang (TGB) yang diusung Demokrat tetapi kemudian berbeda dukungan karena alasan paling mendasar dan mudah dipahami oleh sebagian publik, yakni perkembangan dan kemajuan di daerahnya.

Ya, tanggung jawab seorang kepala daerah, termasuk di seluruh wilayah NTT,  bukanlah untuk suntuk mengutak-atik nomor kontestan sekaligus mengupayakan kesejahteraan kepala negara yang semula didukungnya maju dalam kontestasi nasional. Sebab, pasca-Reformasi 1998 dan Otonomi Daerah 1999 seorang kepala daerah dipilih oleh rakyat setelah sibuk berkampanye ke sana-sini di daerah pemilihannya sehingga kewajiban seorang kepala daerah terpilih justru demi perkembangan dan kemajuan di daerahnya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline