Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Wahyono

TERVERIFIKASI

Penganggur

Sebuah Tatto Bergambar Mahkota di antara Tengkuk dan Punggung yang Mulus

Diperbarui: 30 Januari 2016   02:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebuah tatto bergambar mahkota di antara tengkuk dan punggung kuning langsat nan mulusmu hadir secara gamblang untuk kedua kalinya pada saat cuaca sedang mengalami kegalauan yang akut. Aku terkesima dan terpesona. Duhai!

Pada kali kedua ini ketika kamu datang, hendak mengajakku pergi ke Taman Impian Jaya Ambrol seperti chatting kita dua hari lalu. Chatting sampai azan subuh mengingatkan waktu akan membentang layar fajar. Padahal belum satu bulan aku mengenalmu.

Ya, belum satu bulan aku mengendus aroma parfum impor yang semerbak dari kibasan rambutmu sewaktu kita bertemu kali pertama di Kedai Kopi Paste. Belum satu bulan tetapi tatto mahkota itu sangat lekat dalam mata rasaku, dan mengusik kesendirianku yang sunyi di Kebun Karya.

“Kapan kita berangkat?”

“Sekarang!”

Sekarang? Oh!

Aku belum siap. Badanku masih beraroma matahari. Bau nafasku seperti bangkai ular kobra. Dari pagi aku menebas ilalang di Kebun Karya, yang gondrong sekali pada musim penghujan ini. Tebasan beberapa hari kemarin aku bakar pada saat hujan sedang bersiasat di balik awan galau. Belum sempat mandi dan sikat gigi, kamu tiba-tiba datang. Ah, mungkin kamu sudah mengendus aromaku barusan.

Sedangkan kamu, dengan kaus oblong krem berukuran ketat dan berleher sepundak seakan sengaja hendak memamerkan tatto mahkota apabila berbalik badan, jins coklat tua sampai dengkul saja sehingga memerlihatkan bentuk betismu yang aduhai, dan sepatu kets dominan putih, berikut semerbak mewangi, tentunya sudah kamu rencanakan sejak dua hari kemarin. Ya, dua hari kemarin kamu sudah menyampaikannya melalui chatting sampai subuh sekaligus meludeskan kuota modem internetku.

Kukira waktu itu kamu sekadar menghibur agar aku bisa memvariasikan hidup, bukannya melulu di kebun dan berbalas pantun dengan burung-burung. Kukira kamu tengah membuka dunia yang berbeda agar aku bisa membuka peluang lain dalam hari-hariku. Kukira kamu diam-diam menaksir aku karena gombalanku dalam chatting sering kamu balas dengan lambang “hati”, terutama kalau kusinggung soal tatto mahkotamu.

“Sampai kapan kamu akan berpikir?”

Asaga! Aku terhenyak. Pikiranku tadi seketika lenyap.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline