Sebuah tulisan, baik fakta maupun fiksi, tak jarang menggunakan kalimat-kalimat yang ‘menggelitik’ syaraf logika pada saat kondisi dada rakyat sedang berdebar-debar dalam masa penantian paling krusial saat ini. Dimulai dari judul (kepala tulisan), alinea pembuka atau prolog (‘leher’ tulisan), alinea kedua (‘dada’ tulisan), dan penutup atau antiklimaks atau epilog (‘kaki’ tulisan). Ya, boleh saja ‘dicurigai’ bahwa tulisan semacam itu merupakan upaya penulis atau media pewartanya untuk ‘menyentak’ calon pembaca alias publik pembaca biasa (kurang rajin), dan ‘menyentil’ sensitivitas logika pembacanya alias publik penikmat media.
Begitu pula dengan sepotong berita di situs Detik.com, berkaitan dengan rekapitulasi secara manual terhadap hasil pencoblosan Pilpres 9 Juli 2014. Berita tersebut dipajang pada Senin, 21 Juli 2014, 01:22 WIB. Sementara pengumuman rekapitulasi secara resmi dilakukan besok, 22 Juli, di kantor pusat KPU, Jakarta. Tentu saja membuat “dada rakyat sedang berdebar-debar”. Berita tersebut berjudul “Prabowo Unggul Sementara dalam Data Rekap 15 Provinsi”.
Dramatisasi Kata
Judul “Prabowo Unggul Sementara dalam Data Rekap 15 Provinsi” tentu bukanlah sekadar judul untuk dipajang begitu saja di halaman media. Melalui judul dengan pemilihan kata-kata yang ‘menggoda’ mata Pembaca, terlihat sebuah upaya serius untuk mendramatisasi berita sehingga mampu memengaruhi kondisi yang mendebarkan.
Kemudian, pada bagian isi berita. Alinea pertama, “Proses rekapitulasi hasil penghitungan suara nasional hari pertama berhasil menyelesaikan 15 provinsi. Dari data sementara itu, pasangan Prabowo-Hatta unggul dari Jokowi-JK di 15 provinsi”.
Nama “Prabowo” tidaklah kalah fenomenal dibanding Jokowi dalam Pilpres 2014. Kelihatannya Detik.com sangat piawai dalam menganalisa kecenderungan atau tendensi sepanjang Pilpres 2014, dimana massa Prabowo begitu reaksioner, termasuk Prabowo sendiri. Dengan mengedepankan nama “Prabowo”, secara langsung mendapat perhatian ‘khusus’, apalagi ditambah kata “unggul” dan dari “data rekap” alias bukan perkiraan atau ramalan.
Dramatisasi Angka
Pada judul tertera angka “15” dengan kalimat pengunci “dalam Data Rekap 15 Provinsi”. Berita-berita yang lain sebelumnya menyebutkan bahwa Prabowo-Hatta hanya unggul di 10 provinsi (Aceh, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Banten, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Gorontalo, dan Maluku Utara). Dengan memasang angka “15”, sudah membuat “seolah-olah” jumlah 10 provinsi itu keliru.
Berikutnya pada isi, khususnya alinea ketiga, “Akumulasi dari 15 provinsi itu, pasangan Prabowo-Hatta mendapat 13.176.384 suara sementara pasangan Jokowi-JK mendapat 12.249.515 suara”. Angka yang diraih Prabowo-Hatta sebanyak “13.176.384 suara” tentulah terpaut 926.869 suara (hampir 1 juta suara!) dengan Jokowi-JK (12.249.515 suara).
Lalu, dengan pemasangan nomor urut dan nama provinsinya, dari 1 sampai dengan 15. Nomor urut pun sangat mendukung sebuah dramatisasi angka untuk menyakinkan “seolah-olah” bahwa Prabowo memang layak mendapat predikat “unggul”.
Perkiraan Dampak Judul dan Sebagian Isi bagi Publik Pembaca
Publik pembaca bisa dikategorikan dua bagian. Pertama, publik pembaca biasa (kurang rajin dan jeli) memahami tulisan (berita), baik judul maupun isi. Kedua, publik pembaca yang benar-benar mampu menikmati media.
Barangkali bagi publik pembaca biasa (kurang rajin), judul itu ‘menyentak’ dengan frasa “Prabowo Unggul”-nya. Kalau berita-berita terakhir sudah terlihat posisi dan prosentase suara antara Prabowo dan Jokowi, tentu saja, Jokowi unggul dibanding Prabowo. Namun penulis (wartawan), editor berita, atau media (Detik.com) harus lihai mendramatisasi kata dan angka.
Barangkali bagi publik yang benar-benar mampu menikmati media, frasa “Prabowo Unggul” apalagi “Unggul Sementara” bisa berlalu dengan kesan datar. Tetapi dengan mencantumkan angka di bagian akhir “Rekap 15 Provinsi”, tentu saja, bisa ‘menyentil’ logika (ingatan) mengenai provinsi yang memberikan suara banyak bagi Prabowo-Hatta.
Hal tersebut harus dicermati baik-baik, provinsi mana lagi yang membuat angka 10 menjadi 15 itu. Pembaca kategori kedua akan menekuni nama provinsi dan angka yang diperoleh oleh Prabowo-Hatta. Yang terlihat adalah (sesuai nomor urut) 2. Nusa Tenggara Barat, 3. Aceh, 4. Sumatera Selatan, 5. Kalimantan Selatan, 14. Gorontalo, dan 15. Sumatera Barat.
Luar biasa permainan nomor urut dan nama provinsi yang “seolah-olah” sesuai dengan cuplikan judul “Prabowo Unggul”. Biasanya Pembaca akan mulai merunut bagian awal (2,3,4,5) lalu membaca bagian akhir (14, 15) sesuai dengan ujung judul “15 Provinsi”. Padahal yang terlihat hanya 6 provinsi!
Selain itu, pada akhir tulisan (epilog) yang menjadi antiklimaksnya. “Rekap suara nasional akan dilanjutkan lagi Senin (21/7) pukul 10.00 WIB. Tersisa masih ada 18 provinsi lagi yang belum direkap perolehan suaranya oleh KPU RI dengan suara terbesar di wilayah Jawa.” Bagi pembaca yang benar-benar mampu menikmati media, berita awal itu belum bisa dijadikan kesimpulan karena “. Tersisa masih ada 18 provinsi lagi”.
Dramatisasi Kata dan Angka yang Berdampak Nyata
Melalui judul dan isi yang ‘menggoda’, Detik.com berhasil membuat dampak yang nyata dari dramatisasi kata dan angka dalam berita. Buktinya, di Tribunnews.com(https://id.berita.yahoo.com/lebih-unggul-di-15-provinsi-tim-prabowo-hatta-095735784.html) terpampang judul “Berita Lebih Unggul di 15 Provinsi, Tim Prabowo-Hatta: Ini Sinyal Menggembirakan”.
Tribunnews menuliskan beritanya, Anggota Tim Pemenangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, Drajad Wibowo, menilai suatu hal menggembirakan ketika pasangan nomor urut satu lebih unggul ketimbang Joko Widodo-Jusuf Kalla di 15 provinsi yang telah disahkan suaranya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). "Sinyal menggembirakan," kata Drajad ketika dihubungi wartawan, Jakarta, Senin (21/6/2014).
Apa boleh buat, dengan dramatisasi kata-angka, Pembaca bisa menilai kemampuan logika dan analisa Tim Pemenangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa. Tidak perlu heran jika selama ini kubu Prabowo sangat cepat mendeklarasikan sebuah keunggulan sementara sampai menjadi sebuah ibadah syukur di Jakarta.
*******
Sabana Karang, 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H