Pada telaga selalu kau lepas senyum dan rintik tak luput dalam diriku. Di antara orang yang bahagia, masih ada yang patah hati, berulang kali mengirim gerimis kesukaan berpasang-pasang.
Mungkin belum cukup, dengan kaca mata ia menadah air mata dan banyak belajar melumat doa yang mewanti di bilik dosa. Itulah mengapa aku memilih berdosa agar tak bosannya memanjatkan doa sebelum tidur. Cuma, aku belum mau tua saja. Mataku masih membutuhkan kaca yang tidak terlalu rumit untuk melihat umur hatimu yang disembunyikan.
"Kenapa tak kau pakai saja kaca mata agar dapat mengukur jarak mata dan hati terluka sekian lama."
Barangkali mengingatmu aku harus berpura-pura buta agar tak jadi asing dalam sajak ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H