Lihat ke Halaman Asli

Semakin Akrab, Semakin Tidak Sopan? Perspektif Linguistik tentang Kesopanan dan Keakraban

Diperbarui: 16 November 2024   08:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Dalam interaksi sehari-hari, semakin akrab hubungan, semakin bebas seseorang mengekspresikan diri tanpa formalitas, bahkan sering dengan nada yang "kasar." Sebaliknya, hubungan yang baru atau profesional cenderung menggunakan bahasa yang lebih halus. Fenomena ini menunjukkan bahwa ketidaksopanan dalam hubungan akrab justru mencerminkan kedekatan dan kepercayaan. Pertanyaan menarik muncul mengenai mengapa keakraban mengurangi kesopanan, yang terasa nyaman namun memiliki dasar linguistik dan sosial. Dari perspektif sosiolinguistik, memahami pola ini penting karena bahasa tidak hanya menyampaikan pesan, tetapi juga menegaskan hubungan sosial dan menghindari kesalahpahaman antarbudaya.

Konsep Dasar Kesopanan dalam Linguistik

Kesopanan dalam linguistik menunjukkan bagaimana norma sosial memengaruhi komunikasi untuk menjaga keharmonisan hubungan. Brown dan Levinson, dalam Politeness: Some Universals in Language Usage (1987), mengidentifikasi dua jenis "muka" sosial---muka positif dan muka negatif---yang penting dalam interaksi. Muka positif mencerminkan keinginan untuk diterima dan dihargai, sementara muka negatif berkaitan dengan kebutuhan mempertahankan otonomi pribadi.

Konsep muka positif dan negatif ini menggambarkan strategi komunikasi untuk menghindari konflik. Muka positif melibatkan upaya mendekatkan diri, seperti memberi pujian atau persetujuan untuk mempererat hubungan sosial. Sebaliknya, muka negatif menjaga kebebasan individu melalui permintaan atau permohonan maaf agar lawan bicara merasa dihormati tanpa merasa tertekan.

Penggunaan kesopanan positif dan negatif bergantung pada konteks hubungan. Dalam hubungan akrab, kesopanan positif lebih sering digunakan untuk menunjukkan keakraban dan solidaritas, sering kali melalui humor atau panggilan akrab. Sebaliknya, dalam hubungan profesional atau budaya hierarkis, kesopanan negatif yang menjaga jarak lebih umum untuk menghormati otonomi lawan bicara, terutama dalam interaksi formal.

Keakraban dan Pengaruhnya Terhadap Kesopanan

Keakraban dalam hubungan sosial memengaruhi cara seseorang berbicara dan berperilaku. Dalam sosiolinguistik, keakraban menurunkan kebutuhan akan kesopanan formal dan memungkinkan gaya komunikasi yang lebih santai.

Keakraban sebagai faktor pengurang kesopanan: Hubungan yang akrab memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan lebih leluasa, termasuk menggunakan bahasa yang mungkin dianggap "tidak sopan" oleh orang luar. Menurut Brown & Levinson (1987), semakin tinggi tingkat keakraban, semakin kecil tekanan untuk mematuhi kesopanan formal karena adanya kepercayaan timbal balik. Robin Lakoff dalam The Logic of Politeness (1973) juga menyatakan bahwa dalam hubungan akrab, orang cenderung lebih spontan dan kurang terkendali, mengorbankan kesopanan demi keterbukaan dan kenyamanan.

Prinsip solidaritas: Prinsip ini menjelaskan mengapa hubungan akrab cenderung lebih santai dalam hal kesopanan. Solidaritas menciptakan rasa kebersamaan yang memungkinkan gaya komunikasi santai atau bahkan kasar. Geoffrey Leech dalam Principles of Pragmatics (1983) menjelaskan bahwa solidaritas mengurangi kebutuhan menjaga kesantunan formal karena adanya pemahaman bersama antara individu. Brown & Levinson (1987) juga mencatat bahwa solidaritas menurunkan jarak sosial dan memungkinkan ungkapan yang biasanya kasar digunakan untuk mendekatkan hubungan.

Ketidaksopanan yang wajar dalam keakraban: Dalam hubungan sangat akrab, ketidaksopanan bisa dianggap wajar. Janet Holmes dalam An Introduction to Sociolinguistics (2013)  menjelaskan bahwa ungkapan yang tampaknya kasar dari sudut pandang orang luar justru menjadi simbol keakraban dan kenyamanan. Teman dekat atau keluarga bisa bercanda kasar tanpa menyinggung satu sama lain, dan jenis komunikasi ini menunjukkan "ketidaksopanan yang wajar" karena di dalamnya terkandung niat positif. Ungkapan kasar dalam hubungan akrab, seperti antara teman atau saudara, merupakan bentuk "bahasa akrab." Misalnya, kakak beradik yang saling ejek dengan ungkapan seperti "dasar pemalas" mungkin terdengar kasar, tetapi dalam konteks tersebut, ungkapan ini menandakan kedekatan dan persaudaraan. Komunikasi ini menunjukkan bahwa hubungan emosional lebih diutamakan daripada kepatuhan pada norma kesopanan umum.

Jarak Sosial dan Kesopanan dalam Hubungan yang Tidak Akrab

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline