Lihat ke Halaman Asli

[Novel] Menapak Jejak di Kimaam, Episode 27-28

Diperbarui: 13 Oktober 2024   06:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Cover Novel Menapak Jejak di Kimaam (Dokumentasi Pribadi)

Diskusi Kedua tentang Keanekaragaman Hayati

Didimus, seorang teman sekelas Josefa di SMA Yoanes XXIII di Merauke, adalah seseorang yang memiliki kepedulian besar terhadap lingkungan dan kekayaan alam Papua. Diskusi mereka sering kali berlangsung di luar ruangan, di tepi hutan belantara atau di sekitar pantai yang indah, tempat mereka dapat melihat secara langsung betapa kaya dan uniknya flora dan fauna Papua. Didimus dengan antusias menceritakan tentang spesies-spesies endemik yang hanya ada di Papua, serta tantangan-tantangan yang dihadapi dalam menjaga kelestarian mereka di tengah perkembangan modern.

"Josefa, tahukah kamu bahwa burung Cendrawasih hanya bisa ditemukan di sini, di Papua?" tanya Didimus suatu hari sambil menunjuk ke arah hutan lebat di depan mereka.

Josefa mengangguk, matanya berbinar-binar penuh minat. "Aku pernah mendengar tentang itu, Didimus. Burung itu sangat indah, bukan?"

"Benar sekali," jawab Didimus. "Namun, sayangnya, habitat mereka semakin berkurang karena penebangan hutan dan perburuan liar. Kita harus menjaga mereka agar tetap lestari."

Mereka melanjutkan perjalanan mereka menyusuri tepi hutan, suara burung-burung yang beraneka ragam mengiringi langkah mereka. Didimus tidak berhenti bercerita, memberikan Josefa wawasan tentang tanaman obat tradisional yang langka dan bagaimana suku-suku asli Papua menggunakan tanaman-tanaman tersebut.

"Josefa, lihat tanaman ini," Didimus menunjuk sebuah tanaman dengan daun lebar yang tumbuh subur di pinggir jalan setapak. "Ini adalah salah satu tanaman obat yang sangat berharga. Nenek moyang kita sudah lama menggunakannya untuk berbagai macam penyakit."

Josefa berjongkok untuk melihat lebih dekat. "Menarik sekali. Aku belum pernah melihat tanaman ini sebelumnya. Apa namanya?"

"Namanya adalah Daun Gedi," jawab Didimus. "Daun ini bisa digunakan untuk mengobati demam dan luka. Sangat berguna, terutama bagi komunitas yang jauh dari akses medis."

Josefa sangat terpesona dengan cerita-cerita Didimus tentang kehidupan alam Papua. Setiap detail yang Didimus bagikan, seperti kehidupan burung Cendrawasih yang eksotis atau tanaman obat tradisional yang langka, membuatnya semakin terinspirasi untuk menggali lebih dalam. Dia menyadari bahwa pengetahuan tentang keanekaragaman hayati ini sangat penting dalam konteks pertanian yang ingin dia geluti, terutama dalam upaya melestarikan tanaman tradisional seperti tanaman Dambu yang sangat berharga bagi komunitasnya di Kampung Tabonji.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline