Lihat ke Halaman Asli

Kunjungan Paus Fransiskus di Asia Tenggara dan Pasifik: Menyemai Benih Perdamaian

Diperbarui: 14 September 2024   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kunjungan apostolik Paus Fransiskus ke Asia Tenggara dan Pasifik, mencakup Indonesia, Papua New Guinea, Timor Leste, dan Singapura, merupakan salah satu perjalanan paling bersejarah dalam masa kepausannya. Dalam perjalanannya, Paus ke-266 ini menekankan pentingnya dialog antaragama dan perdamaian. Perjalanan ini juga memperlihatkan perhatiannya terhadap solidaritas global, khususnya dalam menghadapi isu-isu lingkungan dan kemiskinan yang memengaruhi wilayah ini.  Kunjungan Paus Fransiskus bertujuan memperkuat hubungan antaragama serta mempererat solidaritas antara komunitas-komunitas yang berbeda, seraya menyoroti pentingnya perdamaian dan kerja sama lintas agama dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim dan ketidakadilan sosial. Pesannya ini memiliki relevansi yang kuat, tidak hanya bagi umat Katolik, tetapi juga bagi masyarakat luas di Asia Tenggara dan Pasifik, yang kaya akan keberagaman budaya dan agama.  Dalam konteks global, kunjungan ini memperkuat peran Gereja Katolik sebagai pelaku diplomasi moral, sementara di tingkat lokal, ini memberi dorongan spiritual bagi umat Katolik dan menginspirasi upaya bersama dalam membangun kehidupan yang harmonis antaragama.

Pentingnya Dialog Antaragama

Kunjungan Paus Fransiskus ke Masjid Istiqlal, simbol kerukunan antarumat beragama di Indonesia, menegaskan komitmennya terhadap dialog dan kerja sama antaragama. Ini bukan pertama kalinya seorang Paus mengunjungi masjid besar di negara dengan mayoritas Muslim. Paus Yohanes Paulus II tahun 1986 juga melakukan kunjungan serupa ke sebuah masjid di Maroko. Tindakan ini menunjukkan bahwa hubungan harmonis antara umat beragama bukan hanya sebuah wacana teologis, melainkan harus diwujudkan melalui aksi nyata.

Dalam ajaran Gereja Katolik, khususnya dalam Nostra Aetate (1965:2), dikatakan bahwa "Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama ini," dan mendorong umat Katolik untuk berdialog dengan "hormat dan cinta" kepada umat agama lain. Paus Fransiskus menerapkan ajaran ini dalam praktik nyata melalui kunjungannya ke Masjid Istiqlal, sebagai simbol perdamaian dan penghormatan terhadap keyakinan yang berbeda.

Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, menghadirkan konteks yang sangat istimewa dalam hubungan Muslim-Katolik. Kunjungan Paus ke masjid terbesar di Asia Tenggara bukan hanya memberikan pesan perdamaian bagi umat Katolik, melainkan menginspirasi umat Muslim di Indonesia untuk melihat Gereja Katolik sebagai mitra dalam menjaga persatuan dan keberagaman. Pesan ini sangat relevan dalam masyarakat Indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi, namun kadang dirundung ketegangan agama.

Seperti yang dijelaskan dalam Evangelii Gaudium (2013:250), "Dialog dan persahabatan dengan para pengikut agama-agama lain adalah bagian dari misi Gereja." Kunjungan ini menggarisbawahi peran penting Gereja Katolik dalam membangun jembatan antaragama, terutama di kawasan yang keberagaman agamanya sangat signifikan. Ini juga mengirimkan pesan global bahwa kerja sama dan dialog antaragama adalah kunci untuk mengatasi perpecahan yang sering muncul karena perbedaan keyakinan.

Kehidupan di masyarakat majemuk seperti Indonesia membutuhkan semangat koeksistensi damai di antara semua agama dan budaya. Paus Fransiskus telah menekankan bahwa dialog antaragama bukanlah pilihan, melainkan keharusan moral di dunia yang semakin terfragmentasi. Dalam Fratelli Tutti (2020 :3), ia mengingatkan bahwa, "Kita dipanggil untuk menjadi saudara bagi orang lain tanpa memandang asal, warna kulit, atau agama mereka." Ini adalah ajakan untuk hidup bersama dalam harmoni, sehingga perbedaan menjadi sumber kekuatan, bukan perpecahan.

Kunjungan ke Masjid Istiqlal merupakan simbol bahwa agama dapat menjadi jembatan untuk membangun masyarakat yang adil dan damai. Bagi dunia internasional, hal ini memperlihatkan bahwa Indonesia, dengan segala keberagamannya, dapat menjadi contoh bagaimana koeksistensi damai di masyarakat pluralis bisa diwujudkan melalui dialog dan saling menghormati antarumat beragama.

Penguatan Gereja dan Komunitas Katolik

Kunjungan Paus Fransiskus ke Timor Leste dan Papua New Guinea menggarisbawahi dukungan Vatikan terhadap Gereja Katolik di dua negara mayoritas Katolik di Asia Tenggara dan Pasifik. Bagi umat Katolik di Timor Leste, Paus Fransiskus membawa pesan penguatan spiritual dan moral. Sejak merdeka tahun 2002, Gereja Katolik di Timor Leste memainkan peran sentral dalam pembangunan negara, baik dari segi pendidikan maupun advokasi hak-hak rakyat.

Demikian pula, di Papua New Guinea, kunjungan apostolik Paus mencerminkan dukungan berkelanjutan Gereja terhadap komunitas Katolik yang ada di tengah masyarakat yang pluralistik. Gereja di sini menjadi tempat perlindungan bagi mereka yang membutuhkan, dengan pelayanan di bidang kesehatan, pendidikan, dan pendampingan sosial. Sebagaimana dikatakan dalam Evangelii Gaudium (2013:1), Gereja "terus-menerus dalam perjalanan, mencari jalan baru untuk mencapai orang-orang di segala penjuru."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline