Lihat ke Halaman Asli

Di Balik Makan Siang Gratis di Sekolah: Peran Kunci Pajak Masyarakat

Diperbarui: 10 Agustus 2024   04:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap hari, banyak anak di Indonesia pergi ke sekolah tanpa sarapan, yang menyebabkan masalah gizi yang berdampak pada kemampuan belajar dan pertumbuhan mereka. Untuk mengatasi hal ini, pemerintahan baru 2024 ini  berencana meluncurkan program makan siang gratis di sekolah sebagai solusi penting untuk memastikan anak-anak mendapatkan nutrisi yang cukup. 

Program ini bukan hanya bantuan, tetapi investasi dari masyarakat melalui pajak, yang berkontribusi pada kesejahteraan generasi mendatang. Artikel ini menekankan pentingnya dukungan masyarakat untuk program ini melalui pembayaran pajak, demi masa depan pendidikan dan kesehatan anak-anak.

Konsep "Gratis" dalam Layanan Publik

Kita sering menemukan berbagai layanan yang disebut "gratis," seperti program makan siang di sekolah atau layanan kesehatan masyarakat. Namun, istilah "gratis" dalam konteks layanan publik sering merupakan salah kaprah. Layanan tersebut mungkin tampak tidak memerlukan pembayaran langsung dari pengguna, tetapi sebenarnya dibiayai oleh sumber lain, seperti pajak masyarakat.

Tidak ada yang benar-benar gratis: Banyak orang mungkin percaya bahwa layanan publik yang disebut "gratis" benar-benar tanpa biaya. Namun, pandangan ini adalah sebuah mitos. Hal ini ditegaskan Milton Friedman (1975): "There is no such thing as a free lunch." Pernyataan ini menggambarkan bahwa semua layanan memiliki biaya yang harus ditanggung, meskipun tidak dibayar secara langsung oleh penerima manfaatnya. Dalam konteks program makan siang gratis di sekolah, biaya yang terkait dengan penyediaan makanan tersebut sebenarnya ditanggung oleh masyarakat secara tidak langsung melalui pajak.

Pemerintah sebagai pengelola dana publik: Pemerintah berperan penting mengelola dana publik yang berasal dari pajak masyarakat. Melalui pengumpulan pajak, pemerintah menyediakan layanan publik yang bermanfaat bagi masyarakat, termasuk pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Program makan siang gratis di sekolah adalah contoh nyata bagaimana dana publik digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan anak-anak (aspek gizi) dan mendukung pendidikan mereka.

Memahami kontribusi pajak: Ketika kita membayar pajak, kita berkontribusi terhadap program pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pajak yang kita bayarkan menjadi dana yang dikelola pemerintah untuk membiayai berbagai layanan publik, termasuk makan siang di sekolah. Seperti halnya listrik yang membutuhkan pembayaran rutin untuk operasionalnya, program makan siang gratis memerlukan dana yang berasal dari pajak masyarakat agar dapat terus berfungsi dan memberikan manfaat.

Sumber Pendanaan Program Makan Siang Gratis

Program makan siang gratis di sekolah adalah inisiatif penting yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kinerja belajar anak-anak. Pendanaan untuk program ini bersumber dari anggaran negara, yang pada gilirannya dibiayai oleh pajak yang dibayarkan oleh masyarakat. Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa meskipun layanan ini disebut "gratis," mereka berperan aktif dalam pendanaannya melalui kontribusi pajak.

Mekanisme pengumpulan pajak dan alokasi anggaran: Pajak adalah sumber utama pendapatan pemerintah untuk mendanai berbagai layanan publik. Di Indonesia, pajak dikumpulkan melalui berbagai mekanisme, termasuk pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan lainnya. 

Setelah pajak dikumpulkan, pemerintah menyusun anggaran negara yang mengalokasikan dana untuk berbagai sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, dan program sosial. Dalam konteks program makan siang gratis, pemerintah mengalokasikan dana berdasarkan prioritas nasional untuk memastikan anak-anak mendapatkan nutrisi yang diperlukan untuk mendukung perkembangan dan pendidikan mereka. Proses ini melibatkan perencanaan dan penganggaran yang matang oleh kementerian terkait, dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah anak yang membutuhkan dan biaya operasional program.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline