Lihat ke Halaman Asli

Mengupas Kesetiaan Batiniah dan Jasmaniah Pasangan Suami Istri

Diperbarui: 19 Juni 2024   05:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perkawinan, dalam tradisi Katolik, bukanlah sekadar ikatan lahiriah antara dua individu, tetapi juga sebuah janji kesetiaan batiniah dan jasmaniah yang mendalam. Kesetiaan dalam perkawinan tidak hanya mencakup aspek fisik dan emosional, tetapi juga aspek spiritual yang didasarkan pada Alkitab dan ajaran Gereja Katolik. 

Dalam konteks ini, penting untuk memahami konsep kesetiaan dalam perkawinan Katolik, baik dari perspektif teologis maupun praktis. Pemahaman tersebut akan membantu pasangan mengatasi tantangan serta mempertahankan kesetiaan. Artikel ini berusaha mengupas makna kesetiaan batiniah dan jasmaniah dalam perkawinan Katolik, tantangan, dan peran Gereja mendukung kesetiaan suami istri dalam perkawinan mereka.

Landasan Alkitabiah tentang Kesetiaan

Kesetiaan dalam perkawinan Katolik tidak semata-mata mengacu pada ketaatan fisik terhadap pasangan. Ia juga merujuk pada komitmen yang mendalam dan konstan untuk saling mendukung, menghormati, dan mengasihi dalam segala keadaan. Hal ini mencakup kesetiaan memenuhi janji pernikahan, saling memahami, dan menghargai martabat masing-masing individu sebagai anak-anak Allah.

Lebih dari sekadar keterikatan emosional, kesetiaan batiniah dalam perkawinan Katolik mengisyaratkan sebuah komitmen spiritual yang kokoh. Pasangan hidup saling mendukung dalam perjalanan mereka menuju Tuhan. Hal ini mencakup kesetiaan menjaga kesucian perkawinan, menjauhi godaan berselingkuh atau meninggalkan pasangan demi kepentingan sendiri.

Kitab Suci memberikan landasan yang kuat untuk konsep kesetiaan dalam perkawinan. Dalam pernikahan, dua orang menjadi satu daging (Kej 2:24). Hal ini menekankan kesatuan yang mendalam antara suami dan istri. Kitab Mazmur menekankan pentingnya kesetiaan (Mzm 25:10). Rasul Paulus menegaskan perintah bagi suami untuk mencintai istrinya seperti Kristus mengasihi jemaat, sementara istri dihimbau untuk menghormati suaminya (Ef 5: 22-33).

Janji Setia dalam Perkawinan

Janji setia dalam upacara perkawinan Katolik menandai komitmen mendalam antara dua individu dalam ikatan suci. Janji ini bukan hanya simbolis, tetapi juga komitmen nyata untuk saling mendukung, menghormati, dan mengasihi sepanjang hidup.

Pasangan mengucapkan janji setia di hadapan Allah dan komunitas iman (Gereja). Ini adalah puncak dari persiapan spiritual yang mendalam, menegaskan komitmen untuk saling mencintai dalam suka dan duka, tetap setia dalam iman Katolik, menjaga kesucian perkawinan, dan mendukung pertumbuhan rohani pasangan.

Janji setia ini memiliki makna dan konsekuensi besar, mencakup komitmen untuk saling mencintai, menghormati, memaafkan, mendukung, dan berjuang bersama dalam membangun rumah tangga yang kokoh dan bahagia.

Konsekuensi janji setia meliputi tanggung jawab moral dan spiritual yang besar. Pasangan dihadapkan pada panggilan untuk terus memenuhi janji-janji tersebut, meskipun menghadapi cobaan dan godaan. Dalam ensiklik Familiaris Consortio (1981), Paus Yohanes Paulus II menekankan pentingnya janji setia dalam perkawinan Katolik, yang menuntut kesetiaan dan kekuatan spiritual sepanjang hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline