Perdebatan dan diskusi menjadi wadah untuk menyampaikan pendapat, bertukar sudut pandang, dan mencapai kesepakatan bersama. Namun, dalam prosesnya, tak jarang perdebatan terjerumus ke dalam situasi yang tidak sehat dan kontraproduktif, sehingga argumen logis tersingkir, digantikan oleh serangan personal dan emosi negatif.
Di sinilah peran penting dua jenis argumen, yaitu ad rem (berarti 'pada pokok permasalahan') dan ad hominem (berarti 'menyerang orangnya'), menjadi kunci untuk membangun perdebatan yang berkualitas dan konstruktif.
Kedua argumen itu tidak hanya terjadi dalam perdebatan resmi di ruang sidang atau forum akademis. Dalam kehidupan sehari-hari, di berbagai situasi seperti percakapan dengan pasangan, negosiasi dengan penjual, hingga perdebatan di media sosial, keduanya pun kerap muncul.
Memahami perbedaan dan dampaknya menjadi bekal penting untuk membangun komunikasi yang lebih sehat dan produktif. Dengan memaksimalkan ad rem dan menghindari ad hominem, kita dapat membuka jalan menuju perdebatan yang berkualitas. Di situ, ide-ide diuji secara rasional, perbedaan pendapat dijembatani dengan saling menghormati, dan solusi yang konstruktif lahir dari pertukaran gagasan yang konstruktif.
Ad Rem dan Ad Hominem dalam Perdebatan Resmi
Frasa Latin ad rem berarti 'untuk hal itu' dan merujuk pada argumen yang berfokus pada substansi masalah. Pendebat menyerang argumen, bukan karakter atau motif orang lain.
Argumen ini memiliki karakteristik, seperti fokus pada substansi, memanfaatkan bukti dan logika, menghormati sudut pandang lain. Hal ini berarti, argumen dihubungkan dengan topik yang diperdebatkan secara langsung dan relevan.
Argumen ini juga didukung dengan data, fakta, dan penalaran logis, serta disampaikan dengan sopan dan terbuka. Contohnya: "Saya tidak setuju dengan usulan Anda untuk menaikkan pajak penghasilan. Data menunjukkan bahwa kenaikan pajak ini akan berdampak negatif pada pertumbuhan ekonomi dan justru memperlebar kesenjangan pendapatan."
Sebaliknya, frasa ad hominem berarti 'untuk orang itu' dan menyerang karakter atau motif orang lain, bukan argumennya. Argumen ini menyerang kredibilitas atau latar belakang, bahkan penampilan pribadi lawan.
Argumen ad hominem memiliki karakteristik, seperti menyerang karakter, menggunakan bahasa yang menghina, dan menyimpang dari topik. Argumen ini berfokus pada kelemahan pribadi lawan. Serangan verbal seperti ejekan, makian, atau penghinaan sering digunakan untuk merendahkan lawan. Contohnya: "Bagaimana Anda bisa berbicara tentang ekonomi? Anda bahkan tidak pernah kuliah di bidang ekonomi."
Argumen ad hominem sering menyimpang dari topik, menimbulkan emosi negatif, membuat kesalahan logika. Serangan personal dalam ad hominem dapat memicu emosi negatif, seperti kemarahan, frustrasi, dan kebencian.