Lihat ke Halaman Asli

Fenomena Labeling, Salah Satu Bentuk Solidaritas dan Keakraban

Diperbarui: 11 Mei 2024   08:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Fenomena labeling merujuk pada proses ketika individu atau kelompok diberi label, julukan, atau penanda tertentu oleh masyarakat, baik secara positif maupun negatif. Labeling dapat memengaruhi cara individu atau kelompok tersebut dipandang dan berinteraksi dalam masyarakat.

Dalam konteks sosial, pelabelan itu bisa bersifat positif, bergantung pada situasi masyarakatnya. Hal ini dapat menciptakan solidaritas dan keakraban. Solidaritas merujuk pada ikatan atau hubungan yang kuat antara individu atau kelompok dalam masyarakat. Mereka saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Keakraban mengacu pada tingkat kedekatan atau hubungan yang erat antara individu atau kelompok, sering dibangun melalui interaksi sosial yang berulang dan pengalaman bersama.

Solidaritas dan keakraban memainkan peran penting dalam memelihara hubungan yang harmonis dan memperkuat komunitas. Artikel ini berusaha mendeskripsikan konsep labeling, dampak positif dan negatif, solidaritas dan keakraban yang tercipta melalui proses labeling positif.

Konsep Labeling

Telah dikemukakan bahwa labeling adalah proses seorang individu atau kelompok diberi label, penanda, atau julukan tertentu oleh masyarakat, baik secara positif maupun negatif. Labeling memengaruhi persepsi dan interaksi individu atau kelompok tersebut dalam konteks sosial.

Labeling positif, misalnya, ketika seseorang dianggap sebagai 'pemimpin alami' dalam kelompoknya karena kemampuannya menginspirasi dan memimpin. Dalam Outsider: Studies in the Sociology of Deviance, Becker (1963) menyatakan bahwa orang-orang yang mendapat label yang sama cenderung berinteraksi satu sama lain dan membentuk identitas sosial bersama berdasarkan label tersebut.

Menurut Goffman (1963) dalam Stigma: Notes on the Management of Spoiled Identity, penggunaan julukan antar-individu dalam komunitas tertentu bisa bersifat santai dan kekerabatan, tanpa tendensi negatif seperti pada labeling ranah publik.

Ranjabar (2015) dalam Sosiologi Pembangunan mengatakan, di beberapa komunitas, pemberian julukan dengan bumbu humor bisa menjadi bentuk solidaritas dan keakraban tersendiri bagi anggota-anggotanya.

Menurut Spradley (1979) dalam The Ethnographic Interview, julukan di lingkungan terdekat bisa bersifat cair dan jenaka, sebagai salah satu cara beradaptasi dalam pergaulan akrab sebuah komunitas.

Berdasarkan pengertian di atas, dalam konteks guyonan atau basi-basi internal komunitas yang sudah saling mengenal dengan baik, penggunaan julukan negatif dianggap lebih santai dan tidak bermaksud menghakimi. Yang penting disadari bahwa hal itu hanyalah guyonan, bukan pelabelan serius. Namun, harus tetap berhati-hati agar pelabalen itu tidak dianggap menyinggung atau merendahkan martabat orang lain.

Labeling negatif, misalnya stigmatisasi terhadap individu yang dikategorikan sebagai 'penjahat' atau 'pengangguran kronis'. Hal ini dapat memicu pembentukan stereotip dan diskriminasi terhadap individu atau kelompok tersebut dalam masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline