Lihat ke Halaman Asli

Menyelami Prinsip Kepatutan Ujaran dalam Interaksi Sehari-hari: Perspektif Sosiolinguistik

Diperbarui: 7 April 2024   16:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Idealnya, seseorang perlu menyadari pentingnya kesopanan atau kesantunan dalam berinteraksi sosial. Namun kenyataannya, sering terjadi kesenjangan antara kesadaran dan praktik penggunaan bahasa. Karena itu, para penutur dan mitra tutur hendaknya memperhatikan prinsip kepatutan ujaran. Prinsip ini disebutkan Gunarwan (2007) dalam bukunya Pragmatik: Teori dan Kajian Nusantara, selain pemilihan strategi, pengungkapan fungsi ujaran, pemilihan ragam tutur, dan penguasaan kompetensi komunikatif. Artikel ini tidak bermaksud menyalahkan atau mengkritik masyarakat secara umum. Sebaliknya, sebagai upaya meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesopanan atau kepatutan dalam berkomunikasi, sekaligus mempromosikan penggunaan bahasa yang lebih efektif dan saling menghormati dalam berbagai konteks sosial dan budaya.

Perlunya Memperhatikan Prinsip Kepatutan Ujaran

Prinsip kepatutan ujaran dalam tindak tutur merupakan topik yang menarik dan penting dalam memahami bagaimana bahasa digunakan dalam berbagai konteks sosial dan budaya. Prinsip ini berkaitan dengan cara orang menggunakan bahasa yang sesuai dengan situasi, norma, nilai, dan ekspektasi sosial dalam masyarakat tertentu. Prinsip kepatutan ujaran berkaitan dengan prinsip kerja sama, yang dikemukakan Grice (1975) dalam bukunya Logic and Conversation, yang menyatakan: "Prinsip-prinsip kerja sama dalam percakapan, seperti prinsip kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara ekspresif, membentuk dasar dari kesopanan bahasa dalam tindak tutur."

Prinsip kepatutan ujaran adalah konsep dalam sosiolinguistik yang menekankan pentingnya menggunakan bahasa sesuai dengan konteks sosial, budaya, dan situasi komunikasi. Hal ini melibatkan pemahaman tentang norma-norma sosial, hierarki kekuasaan, tingkat kesopanan, serta nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat dalam penggunaan bahasa. Dalam buku Politeness: Some Universal in Language Usage, Brown dan Levinson (1987) menyatakan bahwa kesopanan adalah konsep yang beragam, tetapi terkait dengan factor-faktor sosial, budaya, dan situasional, yang membentuk norma-norma dalam interaksi.

Beberapa alasan mengapa prinsip kepatutan ujaran perlu diperhatikan, antara lain perubahan sosial dan budaya, pengaruh media sosial dan teknologi, multikulturalisme dan globalisasi, konteks sosial yang beragam, dan kurangnya pendidikan tentang kesantunan berbahasa.

Pertama, dalam masyarakat yang terus berkembang, norma-norma sosial dan budaya dapat berubah seiring waktu. Hal ini dapat memengaruhi cara orang berbicara dan memahami apa yang dianggap sopan atau tidak sopan dalam komunikasi.

Kedua, dengan semakin meluasnya penggunaan media sosial dan teknologi komunikasi, batasan-batasan dalam berkomunikasi menjadi kabur. Orang cenderung lebih tidak sopan atau kurang memperhatikan prinsip kepatutan ujaran saat berinteraksi secara daring.

Ketiga, dalam masyarakat yang semakin terbuka dan multikultural, orang sering berinteraksi dengan individu dari latar belakang budaya yang berbeda. Hal ini menimbulkan tantangan dalam memahami dan mengikuti norma-norma sosial dan kepatutan ujaran yang berbeda-beda.

Keempat, setiap situasi komunikasi memiliki konteks sosial yang unik, dan orang tidak selalu memahami konteks tersebut dengan baik. Hal ini dapat menyebabkan ketidaksesuaian dalam penggunaan bahasa.

Kelima, kurangnya pendidikan atau kesadaran tentang pentingnya kesopanan bahasa dalam komunikasi sering menjadi faktor yang menyebabkan pelanggaran terhadap prinsip kepatutan ujaran.

Aspek-aspek Prinsip Kepatutan Ujaran

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline