Lihat ke Halaman Asli

Tentang Kelahiranku

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hai kekasihku, kutemui diirmu yang mengenakan jubah malammu. Senyummu yang terpancar dalam kebisuanmu adalah roh yang memanggilku untuk mencumbumu dengan gairah keheningan. Saat ini, saat dimana kau ada didekatku, adalah anugerah romantisme yang tak akan dimengerti manusia. Ada kekuatan yang membawa aku kepadamu dan tak mampu aku bendung, bagaikan butir-butir embun yang melayang dan jatuh tanpa daya diantara jiwa para pemimpi. Kekasihku, kau selalu menantiku walau terkadang aku melupakanmu demi kenikmatan tubuh di siang hari. Kau selalu ada ketika aku merasa dirimu tak ada. Kini aku ada bersamamu, mendekapmu dengan pikiranku. Seperti yang diperintahkan kepadaku oleh penguasa terang ; “ Pergilah, temui kekasihmu yang arif, karena kau telah berjanji kepadanya untuk kau bagikan harta kebenaranmu bersamanya. Begitulah, aku selalu mendengar kata-kata itu dalam batinku, menggema dalam setiap relung kesepian jiwa. Baiklah kekasihku, gairahku bergejolak bagaikan gelombang pasang, Menggelegar bagaikan lidah-lidah petir yang menjilati wajah bumi. Dengan gairahku ini, tanpa malu ingin kuserahkan kepadamu hanya dengan ketulusan tentang kebenaran jiwa. Pikiranku memberikan isyarat kepada jemariku agar kuraba tubuhmu yang tak tampak oleh mata manusia. Kupeluk dirimu yang telah lama berbaring di atas ranjang yang tertutup kain hitam yang sangat halus, lebih lembut dari pada perayaan cinta anak manusia yang lupa akan makna cinta itu sendiri. Seperti mereka, aku akan terus mendekapmu, mencium aroma tubuh kebijaksanaanmu, dan mulai membisikan untaian kata sebagai pemenuhan janjiku kepadamu. Kekasihku, dengarkanlah aku yang akan mengatakan tentang kelahiranku. Inilah dia tentang kelarihanku itu. Pada awalnya aku tak pernah ada untuk bisa bersamamu disini, di pembaringan hati ini. Namun ternyata aku keliru, aku telah ada bersamamu walaupun tak setua waktu yang telah kau lalui. Disaat kau pernah memenuhi keheningan para pengagummu yang menuliskan kata-kata indah tentangmu. Demikianlah aku telah ada melayang diantara jiwa-jiwa yang mendambakan raga. Namun aku tak pernah tahu kapan aku memulai pengembaraan itu. Sehingga tepat pada waktu yang telah ditentukan oleh penguasa alam semesta, oleh-Nya diberikanlah kepadaku sebuah tempat yang berada dalam segumpal daging. Aku masih belum mengerti apa yang telah terjadi pada saat itu. Dan ketika dunia tersenyum dengan gairah kegembiraannya sembari mendengarkan tangisan pertama yang keluar dari segumpal daging itu, pada saat itulah aku mulai merasakan berada dalam pengembaraan yang lain. Perlahan daging yang telah terisi dengan pikiran dan roh itu bertumbuh. Pada masanya aku adalah daging yang hanya memiliki keterbatasan dalam pikiran dan roh. Bersama manusia dan dunia, alam semesta melepaskanku dan membiarkan pikiran dan rohku mendiami danging, berjalan bersama pemahaman tentang waktu yang relatif. Kini aku entah berada dimana, sebab seringkali pikiranku terjebak bersama pikiran yang berasal dari daging yang lain yang hanya memahami waktu sebagai, kemarin,..hari ini dan besok. Dahulu,..kini dan yang akan datang. Yang aku tahu saat ini, aku berada disini dengan daging yang mulai layu sedang memelukmu, kekasih bagi rohku. Alam semesta sedang memberikan tubuhmu yang tak terlihat namun selalu ingin kudekap dengan pikiranku yang murni. Inilah satu titik dimana aku berada dalam pemberhentianku bersamamu melepaskan kelelahan dari perjalanan yang seakan tanpa arah. Kekasihku, ternyata kelahiranku hanya ada karena daging, sebab demikianlah dunia mengatannya kepadaku. Bukanlah keraguan, namun hanya kepadamu sebagai penguasa keheningan aku dapat membagikan kekosongan makna dari sebuah pemahaman yang sesungguhnya. Aku yakin kau pasti mengatakannya kepadaku, ketika darah tak lagi mengalir di dalam daging. Dan itu akan menjadi jawaban, Apa itu kelahiranku.??

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline