Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Tamen

Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Merefleksikan Pancasila bersama Aparatur Pemerintahan Sengah Temila, Tak Sengaja Jadi Ajang Reuni Guru-Murid

Diperbarui: 2 Oktober 2020   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anggota Badan Sosialisasi MPR RI asal Kalbar Maria Goreti saat sosialisasi empat pilar bersama aparat pemerintah Kec. Sengah Temila, Kab. Landak. | dokpri

PAHAUMAN, Kalimantan Barat -- Aparatur pemerintah di lingkungan Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak menjadi 'sasaran tembak' kegiatan Pembumian Pancasila.

MPR RI memiliki tiga badan kelengkapan untuk menjalankan tugas dan wewenangnya. Yakni badan sosialiasi, badan pengkajian, dan badan anggaran. Khusus Badan Sosialisasi bertugas menyosialisasikan empat pilar kebangsaan kepada masyarakat. Keempat pilar tersebut yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Maria Goreti adalah anggota MPR RI asal Kalimantan Barat yang menjadi anggota Badan Sosialisasi MPR dari Kelompok DPD. Ia berkesempatan ikut menyosialisasikan empat pilar ke berbagai daerah di seluruh Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat.

Keprihatinan Maria Goreti berawal dari hasil survey Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2018 yang mencatat setengah dari jumlah guru di Indonesia dari TK sampai SMA intoleran dan radikal. 

Sebelumnya, tahun 2017, PPIM UIN Jakarta juga pernah merilis, lebih separuh pelajar dan mahasiswa Indonesia intoleran terhadap satu sama lainnya. Dan terbaru, Februari 2020, peneliti PPIM UIN Jakarta, Sirojuddin Arief mencatat, dari hasil survey yang berkaitan dengan maraknya isu intoleran di kalangan siswa, menunjukkan 58 persen siswa memiliki kecendrungan intoleran atau radikal.

Selama kurun waktu 2018-2019, sedikitnya terjadi 31 kasus intoleransi di Indonesia. Tindakan intoleransi paling banyak terjadi adalah pelarangan atau pembubaran kegiatan ibadah berupa ritual, acara, ceramah dan sebagainya terhadap pelaksanaan agama, yakni 12 kasus. 

Selanjutnya, telah terjadi 11 kasus pelarangan mendirikan rumah ibadah, tiga kasus perusakan tempat ibadah mencakup gedung hingga property, dan dua kasus pelarangan perayaan budaya etnis minoritas, seperti Cap Go Meh. Bahkan terdapat pula temuan kasus larangan atribut pakaian aliran keagamaan hingga pengusiran terhadap warga yang beda agama. Menurut penelitian, pelaku tindakan tersebut adalah warga sipil serta aparat pemerintah. Hal ini menandakan pemerintah turut serta menumbuhkan tindakan intoleransi.

Situasi seperti ini mesti diantisipasi dengan mengingatkan kembali seluruh komponen masyarakat -- dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote -- dengan Dasar atau landasan Bangsa Indonesia berdiri, yakni Pancasila. Disana terjamin dan dijamin kehidupan bersama secara damai. Bangsa Indonesia merupakan keluarga besar yang sebagian besar masyarakat menyebutnya sebagai "Rumah Bersama". Hal inilah yang selalu didengungkan Maria Goreti, anggota MPR RI asal Kalimantan Barat.

Maria, senator senior yang tiada bosan "membumikan" Pancasila di hampir seluruh lapisan masyarakat. Kali ini mengambil segmen aparatur pemerintahan. Namun pesertanya berkembang berasal dari berbagai kalangan, mulai tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan dan tokoh adat di Kec. Sengah Temila, Kab. Landak, Kalimantan Barat. Acara sosialisasi empat pilar di kalangan aparatur pemerintah ini digelar di aula kantor Kecamatan Sengah Temila, Pahauman.

Dalam pengantarnya, Maria Goreti mengingatkan kembali suatu nilai atau value yang sudah mendarah daging bagi generasi lampau namun harus didengungkan terus-menerus di masa kini. "Sebenarnya kalau melihat data-data tadi, semoga tidak berlebihan bila saya katakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat ancaman ideologi bangsa". Namun bagi dirinya, tugas membumikan Pancasila menjadi mutlak dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, terlebih karena tugas yang melekat sebagai anggota DPD RI sekaligus menjadi anggota Badan Sosialisasi MPR RI.

Dijelaskan Maria, sebagai konsekwensi amandemen UUD 1945 tahun 2001, sistem ketatanegaraan Indonesia menganut sistem parlemen dua kamar atau Bicameral Parliamentary System, terdiri dari DPR RI dan DPD RI. Kamar DPR RI terdiri dari wakil-wakil rakyat dari partai politik yang dipilih langsung melalui mekanisme Pemilu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline