Lihat ke Halaman Asli

Agustinus Tamen

Sekolah bisa tamat, tapi belajar tak pernah tamat.

Maria Goreti: Waspadai Upaya Ubah NKRI Jadi Negara Non Pancasila

Diperbarui: 12 Mei 2016   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekitar 150 siswa-siswi SMA Negeri 2 Ngabang mengikuti sosialisasi “Empat Pilar” mengenai Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika di komplek persekolahan SMA Negeri 2 Ngabang, Jalan Raya Km. 14 Plasma, Kec. Ngabang, Kab. Landak belum lama ini. Ibarat dihipnotis, mata para siswa ini terbelalak menyaksikan sekaligus mengikuti pemaparan materi oleh anggota MPR RI asal Kalbar Maria Goreti SSos MSi. Hadir juga sebagai pembicara sekaligus menjadi tuan rumah kegiatan ini, Kepala SMA Negeri 2 Ngabang Dian Christian SPd.

Di hadapan para siswa, Maria Goreti mengingatkan betapa pentingnya komitmen seluruh komponen bangsa, termasuk generasi muda dan pelajar terhadap Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.

“Program mensosialisasikan empat pilar MPR ini dipandang perlu bagi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali juga bagi generasi muda dan pelajar. Disini kita menegaskan bahwa Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, UUD 1945 sebagai konstitusi negara serta Ketetapan MPR, juga Negara Kesatuan Republik Indoinesia (NKRI) sebagai bentuk negara, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara,” kata Maria Goreti.

Dijelaskan Maria, keempat hal ini harus tertanam di hati sanubari bangsa Indonesia, agar bangsa Indonesia kokoh berdiri di tengah-tengah kehidupan dunia yang penuh dengan gangguan, hambatan, tantangan dan ancaman. Pancasila sebagai ideologi negara juga mendapat tantangan dari dalam dan luar negeri.

Anggota MPR RI tiga periode (2004-2009, 2009-2014 dan 2014-2019) ini menegaskan, ada dua hal yang terkandung dalam Pancasila, yakni nilai-nilai dasar dan cita-cita bangsa Indonesia yang berakar pada nilai-nilai budaya, dan juga prinsip-prinsip paling dasar etika politik pasca tradisional. Beberapa hal yang menjadi tantangan di masyarakat antara lain larutnya atau latahnya masyarakat dalam arus konsumerisme glamour dan kapitalistik. Selain itu, adanya kelompok-kelompok fundamentalis agama yang menyatakan diri dalam praktek-praktek intoleransi, misalnya pelarangan Ahmadiyah, penutupan Gereja-gereja seperti Gereja Katolik Santa Klara di Bekasi. Ada juga pelarangan atau fatwa haram untuk menghormati bendera “Merah-Putih” pada upacara 17 Agustus 2015 lalu.

“Kini muncul kelompok-kelompok ekstrimis atau fundamentalis yang tidak lagi menghayati nilai-nilai kebangsaan, budaya dan jati diri bangsa yang plural. Ditambah lagi korupsi terjadi dimana-mana yang merupakan ancaman terbesar bagi demokrasi dan masa depan bangsa,” papar Maria Goreti.

Meskipun pengamalan nilai-nilai Pancasila sedemikian berat tantangannya, namun Pancasila tetap sangat relevan, karena memuat semua nilai yang perlu bagi masa depan bangsa. Ia mengajak generasi muda untuk mewaspadai secara kritis setiap upaya mengubah NKRI menjadi negara agama tertentu, atau negara berpaham bukan Pancasila. Karena hingga kini, golongan radikal tak pernah berhenti berusaha agar NKRI bubar.

“Kita juga perlu menyuburkan gerakan-gerakan kultur yang mempertinggi kesatuan dan persatuan seluruh rakyat Indonesia. Karena arus mengkotak-kotakkan semakin membesar. Maka perlu juga kritis terhadap idiologi Parpol, dimana Parpol harus jelas berazaskan Pancasila,” kata Maria Goreti.

(Agustinus Tamen)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline