Lihat ke Halaman Asli

Perbedan Budaya Dalam Satu Keyakinan

Diperbarui: 12 September 2023   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kita hidup di Indonesia yang didalamnya terdapat banyak agama. Agama di indinesia di bagi menjadi 6 yaitu: Islam, Hindu, Buddha, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Konghucu selai itu, terdapat juga yang satu agama namun berbeda aliran. Seperti yang kita ketahui bahwa di agama islam saja memiliki banyak alirannya, di anataranya yang terkenal yaitu aliran NU dan Muhammadiyah. NU adalah sebuah organisasi terbesar diIndonesia yang dibentuk oleh Kyai Haji Hasyim Asy'ari  yaitu pada 31 Januari  1926  yang berada dikota Surabaya. NU sendiri merupakaan sebuah gerakan islam yang bertekad untuk memajukan ajaran islam yang berpasis pada tradisional. Sedangkan, aliran Muhammadiyah merupakan sebuah organisai islam yang lahir pada abad ke-20 yang lebih tepatnya  saat tanggal 18 November 1912 yang berada di kota Yogyakarta, yang diawali oleh seorang ulama beliau bernama Kyai Haji Ahmad Dahlan. Muhammadiyah hadir sebagai gerakan yang ingin memperbarui ajaran Islam dan memajukan umat Muslim. Perbedaan budaya yang terdapat diantara keduannya sangatlah menonjol salah satuya dalam budaya tahlilan. (Ki, 2023)

Tahlil merupakan kata yang asalnya dari bahasa arab yaitu (hallala yuhallilu tahlilan) yang memiliki arti membaca kalimat La ilaha illa Allah. Kemudian setelah itu tradisi atau budaya tahlilan menjadi sebuah kebiasaan atau tradisi dikalangan masyarakat muslim indonesia. Tahlilan sendiri dilakukan pada malam jum'at atau saat terdapat aara-acara tertentu jadi, tahlilan sendiri merupakaan suatu kegiatan dimasyarakat yang bertujuan untuk mendokaan atau mengirimkan doa untuk seseorang atau keluarga yang sudah meninggal dunia. Tahlilan pada seseorang yang meyakini aliran Muhammadiyah yaitu tidak meyakininya karena bagi orang yang percaya pada aliran ini budaya tahlilan tersebut tidak ada dalam ajaran Rasulullah SAW atau yang biasa disebut bid'ah. Sedangkan, bagi yang mempercayai aliran  NU tetap mengamlkan budaya tersebut dengan alasan percaya bahwa orang yang sudah meninggal tetap membutuhkan kiriman doa dan dengan membaca tahlil juga mendapatkan seseorang tersebut akan mendapatkan pahala. (Faizah, 2018)

Dari penjabaran diatas justru perbedaan antara keduannya mengakibatkan sebuah konflik. Konflik sendiri memiliki artian yaitu sebuah pertentangan, perbedaan pendapat karena adanya kepentingan. Konflik antara kedua aliran tersebut bisa diminimalisir dengan menggunakan teori konflik. Teori konflik sendiri memperkirakan bahwa dalam suatu masyarakat ini terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Maka dari itu anatara kelompok satu dengan yang lain bersaing demi mewujudkan kepentingan mereka. Menurut Lewis Coser, jika sebuah konflik terjadi antara satu kelompok deangan kelompok lain, hubungan diantara dua kelompok tersebut cenderung integratif, walupun sebelumnya terjadi konflik. Dengan demekian, penyelesaian dari perbedaan mengenai budaya tahlilan diantara NU dan Muhammadiyah bisa diselesaikan secara baik yaitu dengan saling menghargai perbedaan diantara keduanya karena dalam sebuah ajaran agama juga sudah menjelaskan bahwa bahawa kita harus saling menghargai sebuah perbedaan yang ada. (mui, 2021)

DAFTAR PUSTAKA

Faizah, K. (2018). KEARIFAN LOKAL TAHLILAN-YASINAN DALAM DUA PRESPEKTIF MUHAMMADIYAH. JURNAL AQLAM, 3(2), 214-221.

Ki, M. (2023, Junu). Retrieved from umsu ac.id: https://umsu.ac.id/berita/nu-nadatul-ulama-pengertian-dan-peranannya-di-indonesia/

mui, R. (2021, Desember). Retrieved from MUI Digital: https://mui.or.id/berita/33060/makna-toleransi-dan-pandangan-buya-hamka/




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline