Lihat ke Halaman Asli

Agustina Purwantini

TERVERIFIKASI

Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Mari Ngopi dan Makan Roti di Kedai Djoen Malioboro Yogyakarta

Diperbarui: 6 Januari 2025   12:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kopi Djoen, salah satu jenis minuman andalan Kedai Djoen (Dokumentasi Pribadi Agustina) 

Halo, rekan Kompasianers sekalian. Kali ini saya kembali membawa cerita dari Yogyakarta. Terkhusus dari kawasan Malioboro. Anda tentu mafhum jika selalu ada cerita dari Yogyakarta 'kan?

Lalu, cerita tentang apakah yang hendak saya sampaikan sekarang? Tak lain dan tak bukan, itulah cerita tentang Kedai Djoen Coffee & Resto, yakni sebuah tempat ngopi bernuansa tempo doeloe yang berlokasi di kawasan Malioboro.

Apakah itu tempat nongkrong baru? Kalau sebagai tempat ngopi dan resto, jawabannya iya. Namun, tidak demikian halnya bila dirunut dari bentuk lamanya sebagai toko roti.

Perubahan nama toko (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Perlu diketahui, Kedai Djoen merupakan metamorfosis dari Toko Roti Djoen Lama. Adapun toko roti tersebut berdiri sejak tahun 1935. Yang berarti tahun ini telah mencapai usia 90 tahun.

Tentu saja dalam rentang usia sepanjang itu, Toko Roti Djoen Lama telah mengalami pasang-surut. Pernah berada di puncak kejayaan selama era Orde Baru. Kemudian setelah tahun 2000 perlahan-lahan meredup. Sampai cuma tersisa 3 pegawai dari yang semula banyak.

Makin lama makin redup seiring dengan bermunculannya bakery modern. Apa boleh buat? Waktu memang tak bisa dilawan. Selera zaman bagaimanapun berubah. Citarasa roti produk Toko Roti Djoen Lama kurang cocok di lidah generasi masa kini.

Roti sobek Toko Roti Djoen Lama (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Secara alamiah, pelanggan lama tentu kian berkurang. Sebagian pasti sudah meninggal dunia. Sebagian yang masih hidup tak sanggup lagi bepergian untuk beli roti. Meskipun ada anak cucu mereka yang mungkin berbelanja roti dengan alasan rindu dan kenangan manis, jumlahnya tak banyak.

Sementara Toko Roti Djoen Lama yang ingin bertahan dengan resep roti zadoel, tentu tak bisa bertahan cuma dengan kenangan. Strategi mengurangi jumlah produksi tak segampang membalikkan telapak tangan. Terlebih lebih biaya operasionalnya mahal.

Toko roti tersebut masih mempergunakan oven batu yang berukuran besar. Yang hasilnya tak bagus kalau memproduksi roti dalam skala kecil. Sebuah situasi yang dilematis.

Roti buaya Toko Roti Djoen Lama siap dioven (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Roti manis Toko Roti Djoen Lama siap dioven (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Oleh sebab itu, butuh terobosan dan strategi jitu untuk bertahan. Beruntunglah Toko Roti Djoen Lama kemudian dikelola oleh salah seorang pewarisnya yang berusia muda. Yang cakap menangkap peluang bagus berdasarkan segenap modal yang dimiliki.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline