Lihat ke Halaman Asli

Agustina Purwantini

TERVERIFIKASI

Aktif pula di blog pribadi www.tinbejogja.com

Mengawetkan Candi Dalam Karya-karya Kekinian yang Bernilai Historis dan Ekonomis

Diperbarui: 25 Desember 2024   11:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu sudut di Candi Kalasan (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Tempo hari saya dan kawan-kawan berkesempatan mengikuti Kunjung Cagar Budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan Sleman. Cagar Budaya yang menjadi destinasi kami adalah Candi Sari dan Candi Kalasan.

Pucuk dicinta ulam tiba. Saya yang telah lama ingin mengunjungi kedua candi tersebut merasa sangat antusias. Terlebih yang menjadi edukator adalah Mas Erwin (Komunitas Malamuseum) dan Mbak Sinta (Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah X). Jadi, informasi yang disampaikan terkait Candi Sari dan Candi Kalasan dijamin valid.

Candi Sari (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Candi Kalasan (Dokumentasi Pribadi Agustina)

Pastilah ada banyak pengetahuan dan wawasan yang saya peroleh dari kegiatan Kunjung Cagar Budaya. Tidak melulu tentang yang serius-serius, tetapi juga yang unik-unik.

Yang serius pastilah yang terkait dengan sejarah berdirinya candi yang bersangkutan. Dalam hal ini Candi Sari dan Candi Kalasan, yang tempo hari kami kunjungi. Tentu saja begitu, ya. Bicara sejarah memang harus serius. Data dan fakta yang disampaikan harus valid. Kalau sembrono jatuhnya hoaks dan fiksi.

Itulah sebabnya saya selalu mengangkat topi tinggi-tinggi kepada para sejarawan. Jangankan kepada sejarawan. Kepada orang-orang yang hafal dan paham sejarah suatu Cagar Budaya pun saya kagum. Kok bisa ya, ingatan mereka setajam itu?

Jujur saja saya kesulitan mengingat data dan fakta sejarah yang serius. Lain perkara kalau untuk perkara gokil dan unik. Saya cenderung mudah mengingatnya. Misalnya perihal arca-arca dan bebatuan candi yang raib. Yang ternyata proses hilangnya kadangkala bikin kesal sekaligus menggelikan.

Sebelumnya saya memang sudah tahu kalau ada warga masyarakat yang mengambil batu candi untuk keperluan pribadi. Akan tetapi, manakala Mas Erwin dan Mbak Sinta menceritakan tentang berbagai cara raibnya arca dan batu candi, saya terhenyak.

Ternyata, oh, rupanya. Pihak kolonial Belanda juga kanibal batu candi. Justru lebih masif daripada warga masyarakat yang bertindaknya perorangan. Yang palingan ambil satu atau dua batu sesuai dengan kebutuhan. Sementara pihak kolonial Belanda mengambilnya untuk kepentingan bikin jalan. Yang berarti mengambil dalam jumlah lebih banyak. Sekali angkut bisa satu truk 'kan?

Saya salah sangka. Selama ini saya berpikiran bahwa cuma penduduk lokal yang melakukan pengambilan batu candi. Rupanya pihak kolonial Belanda justru lebih suhu.

Saya kian terhenyak manakala menerima informasi bahwa pihak kolonial Belanda pun telah mengutak-atik bangunan Candi Prambanan. Yang berdampak rusaknya batu-batu asli candi tersebut saat diguncang gempa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline