"Kamu sudah pernah berfoto di sana? Bareng Monumen Batik itu?" Tanya saya kepada seorang kawan, sesaat setelah kami tiba di trotoar depan gerbang Gedung Agung Yogyakarta.
"Apa? Monumen Batik?" Alih-alih menjawab pertanyaan, kawan tersebut justru gantian bertanya.
"Iya. Monumen Batik. Itu, lho. Bangunan yang hitam. Yang di sana itu."
"Eh? Di sana? Di dekat perempatan itu? Rasanya tidak ada monumen apa pun di situ. Yang hitam mana?"
Saya menoleh ke arah teman saya dan bertanya, "Sebelumnya kamu pernah ke Titik Nol ini atau tidak?"
"Pernah, dong. Walaupun tidak sering kayak kamu, sudah beberapa kali aku ke sini. Pepotoan juga."
"Yakin?" Tanya saya dengan ekspresi meledek.
"Iyalah. Yakin banget. Ada kok foto-fotonya kalau kamu mau lihat."
"Berfoto di sana?" Saya bertanya. Teman tersebut mengiyakan dengan mantap. "Tapi kenapa enggak tahu kalau ada Monumen Batik?" Tanya saya lagi.
"Di mana sih, lokasinya? Apa ukurannya kecil? Jadinya tidak terlihat."
"Besar. Dari sini saja kelihatan, kok. Sudahlah. Kita ke sana saja. Yuk!" Ajak saya seraya melangkah ke arah selatan. Mendekati perempatan Titik Nol Yogyakarta.